Ketuhanan Yang Maha Esa: Dasar Pancasila dan Karakter Sosio-Magis Masyarakat Indonesi

Pendahuluan: Masyarakat Indonesia telah memiliki karakter sosio-magis sejak zaman dahulu, yang tercermin dalam keyakinan mereka terhadap kekuatan besar di luar kendali manusia. Konsep ini telah menjadi dasar Pancasila, dengan sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa," yang menekankan pentingnya mengakui dan menghormati eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi peran sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai dasar Pancasila dan bagaimana itu mempengaruhi karakter sosio-magis masyarakat Indonesia. Bagian 1: Nilai Ketuhanan sebagai Jiwa Pancasila Nilai ketuhanan sebagai sila pertama Pancasila telah menjadi jiwa atau roh bagi setiap masyarakat Indonesia. Sejak zaman dahulu, nilai ini telah menjadi bagian integral dari kehidupan dan perkembangan masyarakat Indonesia. Menurut Sukarno (2000), nilai ketuhanan bukan hanya sebagai dasar atau pijakan dalam kehidupan, tetapi juga sebagai panduan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Nilai ini telah menjadi kekuatan dan sandaran utama bagi masyarakat Indonesia, memberikan arah dan panduan dalam menghadapi berbagai tantangan dan keberhasilan dalam kehidupan. Bagian 2: Peran Sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila Sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" tidak hanya menjadi dasar Pancasila, tetapi juga memimpin sila-sila lainnya. Mohammad Hatta mengatakan bahwa sila ini menjadi dasar yang memimpin sila-sila lainnya, memimpin cita-cita negara untuk diselenggarakan dengan baik (Hatta, 1984). Sementara itu, dasar perikemanusiaan adalah kelanjutan dalam perbuatan dan praktik hidup dari sila ketuhanan (Hatta, 1984). Hal ini menunjukkan bahwa sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" memainkan peran penting dalam membentuk karakter sosio-magis masyarakat Indonesia. Bagian 3: Karakter Sosio-Magis Masyarakat Indonesia Masyarakat Indonesia dikenal memiliki karakter sosio-magis, yang mencerminkan keyakinan mereka terhadap hal-hal di luar jangkauan manusia, terutama Tuhan Yang Maha Kuasa. Bangsa Indonesia telah mengenal "Yang Ilahi" sejak zaman dahulu, sebelum munculnya agama-agama yang ada saat ini. Keyakinan ini tercermin dalam keyakinan leluhur bangsa Indonesia akan adanya kekuatan besar (magic) di luar kendali manusia. Keyakinan ini dibedakan menjadi animisme dan dinamisme. Animisme adalah suatu bentuk kepercayaan masyarakat terhadap roh-roh nenek moyang yang dianggap memberikan kekuatan dan panduan dalam kehidupan. Adapun dinamisme adalah suatu bentuk yang dianggap dapat menjadi media berinteraksinya dengan kepercayaan masyarakat terhadap benda-benda keramat. Kesimpulan: Nilai ketuhanan sebagai sila pertama Pancasila telah menjadi dasar dan panduan bagi masyarakat Indonesia. Dengan mengakui dan menghormati eksistensi Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat Indonesia telah mengembangkan karakter sosio-magis yang unik. Karakter ini tercermin dalam keyakinan mereka terhadap hal-hal di luar jangkauan manusia dan kepercayaan mereka terhadap kekuatan besar di luar kendali manusia. Nilai ketuhanan telah menjadi kekuatan dan sandaran utama bagi masyarakat Indonesia, memberikan arah dan panduan dalam menghadapi berbagai tantangan dan keberhasilan dalam kehidupan.