Upacara Pemakaman Tradisional Bugis-Makassar: Doa, Mantera, dan Simbolisme

Upacara pemakaman tradisional Bugis-Makassar memiliki berbagai ritual dan simbolisme yang penting dalam mempersiapkan dan menghormati jenazah. Salah satu aspek penting dari upacara ini adalah pembacaan doa dan mantera-mantera yang bertujuan untuk menyatukan tanah dengan mayat. Setelah itu, mayat ditimbuni dengan hati-hati mulai dari tanah hingga selesai. Selanjutnya, seorang imam membacakan talkin dan tahlil dengan maksud agar si mayat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat penjaga kubur dengan lancar. Selama proses pemakaman, di atas pusara diletakkan buah kelapa yang telah dibelah dua sebagai simbol minuman bagi arwah orang yang telah meninggal. Selain itu, payung juga diletakkan di atas kuburan sebagai simbol perlindungan roh dan juga sebagai simbol keturunan. Selama semalaman, di rumah duka diadakan tahlilian dan khatam Al-Quran, yaitu membaca Al-Quran secara bergantian. Ini merupakan bagian dari upacara selamatan sekaligus penghitungan hari kematian yang dihitung mulai dari hari penguburan jenazah. Biasanya, selamatan tujuh hari atau empat puluh hari juga dilakukan sebagai bagian dari tradisi ini. Namun, saat ini, upacara bilampenni sudah bergeser dan hanya dilakukan selama tiga malam saja. Sebagai penutup, pada esok harinya dilakukan dzkir barzanji dan dilanjutkan dengan makan siang bersama kerabat-kerabat yang diundang. Semua upacara ini memiliki makna dan tujuan yang dalam dalam memperingati dan menghormati jenazah, serta menghibur keluarga yang ditinggalkan. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai doa, mantera, dan simbolisme yang terkait dengan upacara pemakaman tradisional Bugis-Makassar.