Kebijakan Pemerintah Orde Baru dalam Menekan Tingkat Kriminalitas dan Membatasi Kebebasan Berpendapat

Pada masa Orde Baru di Indonesia, pemerintah menggunakan berbagai cara untuk menekan tingkat kriminalitas dan membatasi kebebasan berpendapat. Dalam artikel ini, kita akan membahas dua aspek penting dari kebijakan pemerintah Orde Baru tersebut. Pertama, pemerintah Orde Baru menggunakan kekuatan aparat untuk menculik dan mengeksekusi orang-orang yang dianggap kriminal. Salah satu cara yang digunakan adalah melalui program yang dikenal sebagai Petrus. Namun, pernyataan ini adalah salah. Petrus bukanlah cara yang digunakan pemerintah Orde Baru untuk menekan tingkat kriminalitas. Petrus adalah program yang kontroversial dan konteksnya tidak sesederhana itu. Petrus adalah singkatan dari Penembak Misterius yang bertujuan untuk mengeksekusi anggota Gerakan 30 September (G30S) yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965. Program ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan aparat untuk menangkap dan menghukum mereka yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Namun, program ini juga dikritik karena adanya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat keamanan. Kedua, pada masa Orde Baru, kebebasan berpendapat dibatasi oleh adanya UU subversif. UU ini memungkinkan pemerintah untuk menindak kegiatan yang dianggap dapat membahayakan atau mengancam keadaan negara. Namun, pernyataan ini adalah benar. UU subversif digunakan untuk membungkam para kritikus dan lawan politik pada masa Orde Baru. UU ini memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk menangkap dan menghukum mereka yang dianggap melanggar UU tersebut. Hal ini menyebabkan banyak orang yang berani berpendapat atau mengkritik pemerintah menjadi takut dan terpaksa membungkam suara mereka. Selain itu, pada tahun 1966, terjadi demonstrasi masyarakat yang dikenal dengan tuntutan TRITURA. Tuntutan ini berisi tiga tuntutan rakyat, yaitu bubarkan PKI, turunkan harga, dan bersihkan kabinet Dwikora dari unsur PKI. Demonstrasi ini merupakan bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru yang dianggap tidak memenuhi kebutuhan rakyat. Demonstrasi ini juga menjadi salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia yang mengawali jatuhnya rezim Orde Baru. Dalam kesimpulan, kebijakan pemerintah Orde Baru dalam menekan tingkat kriminalitas dan membatasi kebebasan berpendapat memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat Indonesia. Program Petrus dan UU subversif adalah dua contoh kebijakan yang digunakan pemerintah Orde Baru untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, kebijakan ini juga menuai kontroversi dan kritik karena pelanggaran hak asasi manusia dan pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat. Demonstrasi masyarakat juga menjadi bukti bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru tidak selalu memenuhi kebutuhan rakyat.