Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika dalam Demokrasi Terpimpin

Pancasila sebagai sistem etika memiliki tantangan tersendiri dalam setiap pemerintahan. Pada masa kekuasaan Orde Lama, tantangan terhadap sistem etika Pancasila adalah sikap otoriter dalam pemerintahan. Hal ini tercermin dalam penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin, yang didominasi oleh politik dengan aliran yang lebih mementingkan kepentingan partai daripada kepentingan negara. Selain itu, faktor lain yang menjadi tantangan adalah rendahnya landasan sosial dan ekonomi rakyat yang ditetapkan oleh anggota konstituante saat menetapkan dasar negara. Pengertian formal demokrasi terpimpin pernah dirumuskan oleh ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965, yang menyatakan bahwa demokrasi terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang revolusioner dengan berporoskan NASAKOM. Pada kondisi saat itu, perjuangan revolusi politik Indonesia masih relatif baru dan fase demokrasi belum matang. Hal ini membuat golongan-golongan politik yang diutamakan oleh Soekarno menjadi gusar, sehingga akhirnya dikeluarkan Dekrit Presiden pada Juli 1959 tentang pembubaran Badan Konstituante hasil pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UU Sementara 1950 ke UUD 1945. Dekrit tersebut membuka jalan bagi diterapkannya demokrasi terpimpin di Indonesia, di mana kekuasaan berada di tangan seorang pemimpin, yaitu presiden. Namun, dalam praktiknya, terdapat beberapa pelanggaran etika dalam demokrasi terpimpin. Misalnya, pelanggaran terhadap kekuasaan kehakiman, pembatasan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik, wewenang presiden yang melampaui batas tanpa konsultasi dengan DPR, dan pembentukan negara ekstra-konstitusional. Hal-hal tersebut tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila, khususnya sila keempat. Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan upaya untuk memperkuat sistem etika Pancasila dalam demokrasi terpimpin. Hal ini dapat dilakukan melalui penegakan hukum yang adil dan berkeadilan, penguatan lembaga-lembaga demokrasi, dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, penting bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk bekerja sama dalam mengatasi tantangan Pancasila sebagai sistem etika dalam demokrasi terpimpin. Dengan menjaga integritas dan menghormati nilai-nilai Pancasila, kita dapat membangun negara yang kuat dan berkeadilan bagi semua warganya.