Perdagangan dan Diplomasi Portugis di Kepulauan Maluku pada Abad ke-16

Pada abad ke-16, Portugis mencoba memperluas pengaruh mereka di Kepulauan Maluku,ikenal karena rempah-rempahnya yang berharga. Mereka melakukan ekspedisi ke Albuquerqereka dan mendirikan benteng di Pikaoli, Negeri Hitam, dan Mamala. Portugis juga menjalin hubungan dengan Kesultanan Ternate dan Tidore, yang merupakan dua kesultanan Muslim yang berpengaruh di wilayah tersebut. Portugis mendirikan Benteng Sao Paulo atau Benteng Gamalama di Ternate, yang berfungsi sebagai benteng pertahanan dan juga sebagai tanda komitmen mereka untuk melindungi Ternate dari ancaman musuh dan pesaing. Ternate, yang ingin mengimbangi pengaruh Tidore, bersedia menerima Portugis sebagai mitra dagang mereka. Portugis, di sisi lain, mendapatkan monopoli perdagangan rempah-rempah dari Ternate pada tahun 1575. Namun, Portugis tidak dapat bertahan lama di Maluku. Mereka dikeluarkan dari Ambon oleh Belanda pada tahun 1599, dan kemudian menduduki Timor, Solor, dan Flores. Belanda akhirnya mengambil alih Maluku dari Portugis melalui Kesepakatan Lisbon pada tahun 1859. Secara keseluruhan, ekspedisi Portugis ke Maluku pada abad ke-16 memiliki dampak yang signifikan pada perdagangan dan diplomasi di wilayah tersebut. Mereka membentuk hubungan dengan dua kesultanan Muslim yang berpengaruh dan mendirikan benteng pertahanan yang juga berfungsi sebagai tanda komitmen mereka untuk melindungi Ternate. Meskipun mereka tidak dapat bertahan lama di Maluku, warisan mereka masih terlihat dalam bentuk monopoli perdagangan rempah-rempah yang mereka peroleh dari Ternate.