Membandingkan Teori Perencanaan Klasik dan Modern: Implikasi bagi Praktik

Teori perencanaan telah mengalami evolusi yang signifikan, bertransisi dari pendekatan klasik yang kaku dan terpusat menjadi kerangka kerja modern yang lebih adaptif dan partisipatif. Pergeseran paradigma ini mencerminkan perubahan sifat masyarakat, ekonomi, dan lingkungan binaan, yang menuntut pendekatan yang lebih bernuansa dan responsif terhadap perencanaan. Artikel ini menyelidiki perbedaan utama antara teori perencanaan klasik dan modern, menyoroti implikasinya terhadap praktik perencanaan.

Landasan Filosofis yang Berbeda

Teori perencanaan klasik, yang muncul pada awal abad ke-20, sangat dipengaruhi oleh gerakan Kota Indah dan prinsip-prinsip perencanaan rasional-komprehensif. Pendekatan ini menekankan keteraturan, fungsionalitas, dan penciptaan kota yang sehat dan efisien. Perencana klasik mengadopsi pendekatan top-down, percaya pada kemampuan mereka untuk memahami dan memprediksi pertumbuhan dan perilaku kota. Sebaliknya, teori perencanaan modern menantang asumsi-asumsi ini, mengakui kompleksitas dan ketidakpastian yang melekat pada sistem perkotaan. Dipengaruhi oleh gerakan advokasi perencanaan dan kritik terhadap perencanaan modernis, teori modern menekankan partisipasi publik, keberlanjutan, dan pengejaran keadilan sosial dalam proses perencanaan.

Peran Partisipasi Publik

Salah satu perbedaan paling mencolok antara teori perencanaan klasik dan modern terletak pada peran partisipasi publik. Perencanaan klasik sering mengecualikan warga negara dari proses pengambilan keputusan, dengan perencana menganggap diri mereka sebagai ahli yang objektif. Sebaliknya, teori perencanaan modern mengakui pentingnya melibatkan masyarakat yang terkena dampak dalam semua tahap proses perencanaan. Pendekatan partisipatif ini bertujuan untuk memasukkan perspektif yang beragam, membangun konsensus, dan memastikan bahwa rencana mencerminkan nilai-nilai dan aspirasi masyarakat.

Fokus pada Keberlanjutan

Keberlanjutan telah menjadi prinsip utama teori perencanaan modern, yang mencerminkan kesadaran yang berkembang tentang keterbatasan sumber daya dan dampak lingkungan dari pembangunan perkotaan. Perencanaan klasik, dengan penekanannya pada pertumbuhan ekonomi dan efisiensi, sering mengabaikan konsekuensi lingkungan dari keputusan perencanaan. Sebaliknya, teori perencanaan modern mengadvokasi pendekatan yang lebih holistik yang menyeimbangkan pertimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini telah menyebabkan munculnya praktik-praktik seperti perencanaan yang sensitif terhadap lingkungan, desain perkotaan yang berkelanjutan, dan penekanan pada transportasi umum dan bentuk-bentuk mobilitas yang berkelanjutan.

Menangani Keadilan Sosial

Teori perencanaan modern mengakui bahwa perencanaan bukanlah proses yang netral secara politis dan bahwa keputusan perencanaan dapat memperburuk ketidaksetaraan sosial yang ada. Perencanaan klasik, dengan fokusnya pada keteraturan dan efisiensi, sering mengabaikan kebutuhan masyarakat yang terpinggirkan dan menyebabkan hasil yang tidak adil. Sebaliknya, teori perencanaan modern berusaha untuk mengatasi ketidakadilan sosial dengan mempromosikan kesetaraan, inklusi, dan aksesibilitas dalam lingkungan binaan. Hal ini telah menyebabkan munculnya praktik-praktik seperti perencanaan yang responsif terhadap gender, perencanaan yang berpusat pada masyarakat, dan penekanan pada perumahan yang terjangkau dan ruang publik.

Teori perencanaan telah mengalami transformasi yang mendalam, bergeser dari pendekatan klasik yang kaku dan terpusat menjadi kerangka kerja modern yang lebih adaptif, partisipatif, dan berorientasi pada keadilan. Pergeseran paradigma ini memiliki implikasi yang mendalam bagi praktik perencanaan, yang mengarah pada penekanan yang lebih besar pada partisipasi publik, keberlanjutan, dan keadilan sosial. Dengan merangkul prinsip-prinsip teori perencanaan modern, perencana dapat menciptakan komunitas yang lebih layak huni, adil, dan berkelanjutan untuk semua.