Apakah Manusia Dapat Memiliki Sifat Nokturnal?

Manusia telah lama mengasosiasikan diri dengan cahaya matahari. Sejak fajar peradaban, kita bangun saat matahari terbit dan beristirahat saat senja. Ritme sirkadian kita, jam biologis internal yang mengatur siklus tidur-bangun, secara intrinsik terkait dengan siklus siang dan malam. Namun, bagaimana jika kita menantang sifat dasar ini? Bisakah manusia benar-benar mengadopsi gaya hidup nokturnal, di mana malam menjadi hari dan sebaliknya?

Menjelajahi Biologi Nokturnalitas

Nokturnalitas, keadaan aktif di malam hari dan istirahat di siang hari, bukanlah hal yang aneh di dunia hewan. Mamalia seperti kelelawar dan burung hantu, serta serangga seperti ngengat dan jangkrik, telah berevolusi untuk berkembang dalam kegelapan. Adaptasi mereka untuk nokturnalitas sangat banyak, mulai dari penglihatan yang disempurnakan hingga sistem pendengaran yang akut. Ambil contoh, mata burung hantu, dengan kornea dan pupilnya yang besar, memungkinkan mereka untuk memaksimalkan penyerapan cahaya yang sedikit, memungkinkan mereka untuk melihat dalam kondisi cahaya redup yang akan membuat manusia buta.

Tantangan Fisiologis bagi Manusia

Meskipun ada prevalensi nokturnalitas di antara spesies tertentu, fisiologi manusia menceritakan kisah yang berbeda. Tubuh kita secara inheren terprogram untuk aktivitas diurnal. Hormon melatonin, yang berperan penting dalam mengatur siklus tidur-bangun, diproduksi dalam jumlah besar di malam hari, mendorong rasa kantuk. Sebaliknya, hormon kortisol, yang dikenal karena efek peningkatan kewaspadaannya, dilepaskan sebagai respons terhadap sinar matahari, mempersiapkan kita untuk hari itu. Mencoba untuk membalikkan siklus alami ini dapat menyebabkan ketidaksejajaran sirkadian, yang menyebabkan berbagai efek kesehatan yang merugikan.

Dampak dari Pergeseran Nokturnal

Konsekuensi dari ketidaksejajaran sirkadian melampaui rasa kantuk di siang hari dan insomnia di malam hari. Penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan kronis pada ritme sirkadian kita dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan yang serius, termasuk penyakit kardiovaskular, gangguan metabolisme seperti diabetes tipe 2, dan bahkan jenis kanker tertentu. Selain itu, kurang tidur yang berkualitas, sering kali dialami oleh mereka yang hidup secara nokturnal, dapat mengganggu fungsi kognitif, menyebabkan gangguan memori, penurunan rentang perhatian, dan gangguan pengambilan keputusan.

Meskipun secara fisik mungkin bagi manusia untuk tetap terjaga di malam hari dan tidur di siang hari, hal itu bertentangan dengan susunan biologis kita. Tubuh kita tidak dirancang untuk berkembang dalam kegelapan atau menahan efek fisiologis dari pembalikan sirkadian yang berkepanjangan. Meskipun kita dapat mengagumi dan mempelajari makhluk nokturnal, kita ditakdirkan, oleh ritme sirkadian kita sendiri, untuk tetap menjadi spesies yang berjemur di bawah sinar matahari.