Pembentukan Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia pada Tahun 1942

Pada pertengahan tahun 1942, pemerintahan Jepang di Indonesia mengambil langkah untuk membentuk pemerintahan militer. Tujuan dari pembentukan ini adalah untuk melibatkan penduduk Indonesia dalam aktivitas pertahanan dan komilitoran. Jepang membagi Indonesia menjadi tiga wilayah pemerintahan militer. Wilayah pertama adalah Tomi Shudan, yang merupakan pemerintahan militer Angkatan Darat (lentara ke-25). Wilayah ini meliputi Sumatra dan pusatnya berada di Bukittinggi. Wilayah kedua adalah Asamu Shudan, yang juga merupakan pemerintahan militer Angkatan Darat (tentara ke-16). Wilayah ini meliputi Jawa dan Madura, dengan pusat pemerintahan di Jakarta. Kekuatan militer ini kemudian ditambah dengan Angkatan Laut (Dai Ni Nankenkantai). Wilayah ketiga adalah pemerintahan militer Angkatan Laut (Armada Selatan ke-2), yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pusat pemerintahan berada di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan yang sangat penting pada saat itu, dan masih diberlakukan pemerintahan sementara. Berdasarkan Osamu Seirai (Undang-Undang yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara ke-16), beberapa ketentuan diberlakukan. Jabatan gubernur jenderal yang ada pada masa Hindia Belanda dihapuskan, dan segala kekuasaan yang sebelumnya dipegang oleh gubernur jenderal diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa. Para pejabat pemerintah sipil beserta pegawainya dari masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya, namun diharuskan memiliki kesetiaan terhadap tentara pendudukan Jepang. Badan-badan pemerintah dan undang-undang dari masa Belanda juga tetap diakui secara sah untuk sementara waktu, selama tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer Jepang. Susunan pemerintahan militer Jepang di Indonesia terdiri dari beberapa posisi penting. Gunshirekan (panglima tentara) yang kemudian disebut dengan Seko Shikkan (panglima tertinggi) adalah pucuk pimpinan. Panglima tentara pertama yang menjabat adalah Hitoshi Imamura. Gunseikan (kepala pemerintahan militer) yang dirangkap oleh kepala staf pertama adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Kantor pusat pemerintahan militer ini disebut Gunseikanbu. Di lingkungan Gunseikanbu terdapat empat bu (semacam departemen) dan ditambah satu bu lagi sehingga menjadi lima bu. Kelima bu tersebut adalah Zaimubu (Departemen Dalam Negeri), Sangvobu (Departemen Keuangan), Kotsubu (Departemen Industri dan Kerajinan Perekonomian), Shihobu (Departemen Lalu Lintas), dan Shihobu (Departemen Kehakiman). Selain itu, terdapat juga Gunsoibu (koordinator pemerintahan) yang bertugas memulihkan ketertiban dan keamanan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pemerintahan gubernur membentuk kesatuan Kempeta (Polisi Militer) dan Cuo Sangi in (Badan Pertimbangan Pusat). Badan ini bertugas untuk mengajukan usulan kepada pemerintah militer. Dengan pembentukan pemerintahan militer Jepang di Indonesia, Jepang berusaha mengatur dan mengendalikan pemerintahan serta kehidupan masyarakat Indonesia. Meskipun ada beberapa ketentuan yang mempertahankan struktur pemerintahan dan undang-undang dari masa Hindia Belanda, kekuasaan pemerintahan sebenarnya berada di tangan Jepang.