Perubahan Model Gereja Setelah Konsili Vatikan II

Setelah Konsili Vatikan II, terjadi perubahan signifikan dalam model gereja yang ada sebelumnya. Model gereja institusional, hierarkis piramidal yang dominan sebelumnya digantikan oleh model gereja sebagai persekutuan umat Allah. Perubahan ini membawa dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan gereja. Sebelum Konsili Vatikan II, gereja institusional hierarkis piramidal ditandai oleh dominasi para hierarki seperti Paus, Uskup, dan para tahbisan atas umat. Organisasi gereja yang berstruktur piramidal memberikan kekuasaan kepada hierarki untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh gereja, sementara umat hanya mengikuti keputusan hierarki. Model ini cenderung "imam sentris" atau "hierarki sentris", di mana hierarki menjadi pusat gerak gereja. Gereja model piramidal juga cenderung mementingkan aturan, lebih statis, dan tertutup. Mereka sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan, bahkan bersikap triumfalistik. Namun, setelah Konsili Vatikan II, terjadi perubahan paradigma dalam pandangan gereja. Model gereja sebagai persekutuan umat Allah menjadi lebih menonjol. Gereja tidak lagi "hierarki sentris", tetapi "Kristosentris", di mana Kristus menjadi pusat hidup gereja. Kaum hierarki, awam, dan biarawan-biarawati sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan talenta, karisma, dan kemampuan masing-masing. Gereja juga menjadi lebih terbuka dan rela berdialog dengan semua orang, meyakini bahwa keselamatan juga ada di luar gereja. Konsep gereja sebagai umat Allah memberikan penekanan pada kolegialitas episkopal, di mana keputusan diambil dalam kebersamaan. Pembaharuan juga menjadi bagian penting dalam model gereja setelah Konsili Vatikan II. Umat diajak untuk terlibat, berpartisipasi, dan bekerja sama dengan para klerus. Kepemimpinan gereja didasarkan pada spiritualitas Yesus yang melayani para murid-Nya. Perubahan ini membawa gereja lebih dekat dengan umat, menghilangkan kesan eksklusivitas, dan menguatkan semangat kolaborasi dalam membangun gereja yang lebih inklusif dan relevan dengan zaman. Dengan demikian, perubahan model gereja setelah Konsili Vatikan II membawa dampak positif dalam memperkuat persekutuan umat Allah, menghilangkan dominasi hierarki, dan mendorong partisipasi aktif umat dalam membangun gereja yang lebih inklusif dan relevan dengan zaman.