Struktur Pedaran Sunda: Sebuah Tinjauan Arkeologis dan Historis

Situs-situs arkeologi di Tatar Sunda, wilayah barat Pulau Jawa, menyimpan segudang cerita tentang struktur pedesaan yang pernah berkembang di masa lampau. Struktur pedesaan Sunda, yang terbentuk melalui interaksi dinamis antara manusia dan lingkungannya, memberikan wawasan berharga tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Sunda di masa lalu.

Pola Pemukiman dan Lanskap Agraris

Struktur pedesaan Sunda dicirikan oleh pola pemukiman yang tersebar, beradaptasi dengan kondisi geografis wilayahnya yang didominasi pegunungan dan lembah sungai. Pola pemukiman tersebar ini tercermin dari temuan arkeologi berupa sisa-sisa permukiman yang tersebar di berbagai lokasi, seperti di lereng bukit, tepi sungai, dan dataran subur. Pilihan lokasi ini menunjukkan adaptasi masyarakat terhadap lingkungan dan kebutuhan akan sumber daya alam, seperti air dan lahan pertanian. Lahan pertanian, khususnya sawah, menjadi elemen penting dalam lanskap agraris struktur pedesaan Sunda. Terasering ditemukan di beberapa situs arkeologi, menunjukkan upaya masyarakat untuk memaksimalkan lahan pertanian di wilayah pegunungan. Sistem irigasi tradisional, yang memanfaatkan aliran sungai dan mata air, juga menjadi bukti keahlian masyarakat dalam mengelola sumber daya air untuk mendukung pertanian.

Organisasi Sosial dan Ekonomi

Struktur pedesaan Sunda mencerminkan organisasi sosial yang relatif egaliter, dengan pembagian kerja yang sederhana. Temuan arkeologi, seperti peralatan pertanian dan kerajinan, mengindikasikan adanya spesialisasi pekerjaan di tingkat desa. Meskipun demikian, struktur sosial yang hierarkis belum terlihat jelas pada masa ini. Kehidupan ekonomi bertumpu pada pertanian subsisten, dengan padi sebagai komoditas utama. Temuan alat-alat pertanian, seperti mata bajak dan cangkul, menunjukkan pertanian sebagai basis ekonomi masyarakat. Selain pertanian, kegiatan ekonomi lain, seperti perburuan, perikanan, dan perdagangan skala kecil, juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Pengaruh Hindu-Buddha dan Islam

Masuknya pengaruh Hindu-Buddha dan Islam pada masa selanjutnya membawa perubahan signifikan terhadap struktur pedesaan Sunda. Pembangunan candi dan pusat keagamaan, seperti Candi Cangkuang dan Candi Batujaya, menunjukkan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Struktur pedesaan di sekitar pusat keagamaan ini cenderung lebih terpusat, dengan candi sebagai pusat orientasi. Masuknya Islam pada abad ke-16 Masehi memicu perubahan lebih lanjut. Alun-alun, masjid, dan pasar menjadi elemen penting dalam struktur pedesaan, menggantikan peran pusat keagamaan Hindu-Buddha. Perkembangan perdagangan dan Islamisasi juga mendorong munculnya kota-kota pelabuhan, seperti Banten dan Cirebon, yang pada gilirannya memengaruhi dinamika ekonomi dan sosial di wilayah pedesaan.

Struktur pedesaan Sunda merupakan hasil adaptasi dinamis masyarakat terhadap lingkungan dan pengaruh eksternal. Pola pemukiman tersebar, lanskap agraris berbasis sawah, dan organisasi sosial yang egaliter merupakan ciri khas struktur pedesaan Sunda pada masa awal. Pengaruh Hindu-Buddha dan Islam kemudian membawa perubahan signifikan, memicu perkembangan pusat keagamaan, kota-kota pelabuhan, dan transformasi struktur sosial-ekonomi. Melalui kajian arkeologi dan historis, kita dapat memahami bagaimana struktur pedesaan Sunda berkembang dari masa ke masa, memberikan warisan budaya yang kaya dan berharga bagi generasi sekarang.