Bagaimana Memahami dan Menerapkan Hadits Sum'ah dalam Kehidupan Sehari-hari?

4 (235 suara)

Pendahuluan

Memahami hadits tentang sum'ah merupakan hal yang krusial bagi setiap muslim. Sum'ah, atau beramal dengan tujuan untuk mendapatkan pujian manusia, merupakan penyakit hati yang dapat merusak keikhlasan dan menghapuskan pahala ibadah. Dalam era media sosial yang serba terbuka seperti saat ini, godaan untuk melakukan sum'ah semakin besar. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mendalami makna hadits sum'ah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari perbuatan tercela ini.

Apa itu hadits sum'ah?

Sum'ah, secara harfiah berarti mencari popularitas atau pujian. Dalam konteks hadits, sum'ah merujuk pada perbuatan beribadah atau beramal baik dengan tujuan untuk dilihat dan dipuji orang lain, bukan karena ikhlas mencari ridha Allah SWT. Hadits sum'ah mengacu pada sabda Nabi Muhammad SAW yang melarang dan mengecam keras perbuatan riya' ini. Beliau bersabda, "Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan agar didengar manusia, maka Allah akan memperlihatkan kehinaannya, dan barangsiapa yang memperlihatkan amalannya agar dilihat manusia, maka Allah akan memperlihatkan aibnya." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini dengan tegas menunjukkan betapa bahayanya sum'ah karena dapat menghapuskan pahala amal ibadah seseorang. Sum'ah merupakan penyakit hati yang tersembunyi dan berbahaya. Ia dapat menjangkiti siapa saja, tanpa memandang status sosial, tingkat pendidikan, atau bahkan tingkat ketaatan seseorang. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk senantiasa mawas diri dan menjaga niat dalam setiap amalan agar terhindar dari sum'ah. Beribadah dengan ikhlas karena Allah SWT semata merupakan kunci utama untuk meraih pahala dan keberkahan.

Mengapa sum'ah dilarang dalam Islam?

Sum'ah dilarang dalam Islam karena ia merusak keikhlasan, yang merupakan pondasi utama diterimanya amal ibadah oleh Allah SWT. Islam mengajarkan bahwa setiap amal ibadah haruslah dilandasi niat yang tulus, semata-mata karena Allah SWT. Ketika seseorang beramal dengan tujuan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari manusia, maka ia telah menyekutukan Allah SWT dalam ibadahnya. Ia menjadikan manusia sebagai tujuan dari amalannya, padahal tujuan utama beribadah seharusnya hanya untuk Allah SWT. Larangan sum'ah juga didasarkan pada prinsip keadilan dan kejujuran. Seseorang yang beramal karena sum'ah, pada hakikatnya ia telah berbohong kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Ia menampilkan citra diri yang tidak sesuai dengan realitas hatinya. Ia ingin terlihat baik di mata manusia, padahal niatnya tidaklah demikian. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran dan integritas yang dijunjung tinggi dalam Islam. Lebih lanjut, sum'ah dapat menjerumuskan seseorang pada sifat-sifat tercela lainnya, seperti ujub, takabbur, dan hasad. Ketika seseorang terbiasa beramal karena sum'ah, ia akan cenderung merasa bangga dengan dirinya sendiri dan memandang rendah orang lain. Ia juga akan mudah iri dan dengki terhadap orang lain yang mendapatkan pujian atau pengakuan.

Bagaimana ciri-ciri orang yang sum'ah?

Orang yang sum'ah memiliki beberapa ciri-ciri yang dapat dikenali, meskipun terkadang tersembunyi. Salah satu ciri yang paling menonjol adalah ia akan lebih giat beribadah atau beramal ketika berada di hadapan orang lain. Sebaliknya, ketika sendirian, ia cenderung malas dan tidak bersemangat. Hal ini menunjukkan bahwa motivasinya bukanlah karena Allah SWT, melainkan karena ingin dilihat dan dipuji orang lain. Ciri lain dari orang yang sum'ah adalah ia cenderung memilih amalan yang terlihat mencolok dan mudah mendapatkan pujian. Ia mungkin akan lebih fokus pada amalan-amalan yang bersifat lahiriah, seperti berpakaian rapi saat beribadah atau memberikan sumbangan dalam jumlah besar di depan umum. Sementara itu, amalan-amalan yang tersembunyi dan tidak terlihat oleh orang lain, seperti shalat sunnah di rumah atau bersedekah secara diam-diam, cenderung diabaikan. Orang yang sum'ah juga cenderung sensitif terhadap pujian dan kritikan. Ia akan merasa senang dan bangga ketika dipuji, namun akan merasa kecewa dan marah ketika dikritik. Hal ini menunjukkan bahwa ia sangat bergantung pada penilaian manusia, bukan pada penilaian Allah SWT. Selain itu, orang yang sum'ah seringkali menceritakan amalan-amalannya kepada orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan pujian dan pengakuan. Ia ingin orang lain mengetahui betapa baik dan rajinnya ia beribadah.

Bagaimana cara menghindari sum'ah?

Menghindari sum'ah membutuhkan kesadaran diri dan usaha yang terus-menerus. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan memperbaiki niat. Pastikan bahwa setiap amal ibadah yang dilakukan semata-mata karena Allah SWT, bukan karena ingin mendapatkan pujian atau pengakuan dari manusia. Ingatlah bahwa Allah SWT Maha Melihat dan Maha Mengetahui isi hati setiap hamba-Nya. Selanjutnya, biasakanlah untuk melakukan amalan-amalan secara tersembunyi. Jangan terlalu menonjolkan diri ketika beribadah atau beramal. Lakukanlah amalan-amalan tersebut dengan ikhlas dan tanpa berharap dilihat atau dipuji orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang berkecukupan, dan yang menyembunyikan amalannya." (HR. Muslim). Selain itu, penting untuk senantiasa mengingat bahwa pujian dan sanjungan dari manusia tidaklah berarti apa-apa di hadapan Allah SWT. Janganlah terlena dengan pujian manusia, karena hal itu dapat menjerumuskan kita pada kesombongan dan riya'. Fokuslah pada ridha Allah SWT dan berusahalah untuk menjadi hamba yang ikhlas dan tawadhu. Perbanyaklah berdoa kepada Allah SWT agar dijauhkan dari sifat sum'ah dan diberikan keikhlasan dalam beribadah. Mintalah pertolongan-Nya untuk senantiasa menjaga hati agar tetap lurus dan terhindar dari penyakit-penyakit hati yang merusak amal ibadah.

Apa akibat dari perbuatan sum'ah?

Akibat dari perbuatan sum'ah sangatlah merugikan, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, sum'ah dapat merusak hubungan sosial dan menimbulkan perpecahan. Orang yang sum'ah cenderung tidak disukai oleh orang lain karena dianggap munafik dan tidak tulus. Ia juga akan sulit mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Di akhirat, sum'ah dapat menghapuskan pahala amal ibadah dan bahkan mendatangkan azab. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, Allah SWT akan memperlihatkan kehinaan dan aib orang yang beramal karena sum'ah. Ia akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan niatnya yang buruk. Sum'ah juga dapat menghalangi seseorang dari mendapatkan rahmat dan ampunan Allah SWT. Ketika seseorang beramal karena sum'ah, ia telah menutup pintu hatinya untuk menerima hidayah dan petunjuk dari Allah SWT. Ia lebih mementingkan penilaian manusia daripada ridha Allah SWT. Lebih dari itu, sum'ah dapat menjerumuskan seseorang pada kemunafikan. Ia menampilkan citra diri yang berbeda dengan realitas hatinya. Ia berpura-pura baik dan taat di hadapan orang lain, padahal hatinya penuh dengan riya' dan kepalsuan. Kemunafikan merupakan dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah SWT.

Hadits sum'ah memberikan peringatan keras kepada umat Islam tentang bahaya riya' dalam beribadah. Keikhlasan merupakan kunci utama diterimanya amal ibadah oleh Allah SWT. Oleh karena itu, kita harus senantiasa menjaga niat dan menghindari sum'ah dalam setiap amalan, baik yang besar maupun yang kecil. Semoga kita semua dapat menjadi hamba Allah yang ikhlas dan bertakwa, serta terhindar dari segala bentuk riya' dan sum'ah.