Etika dan Kebaikan Hidup Manusia dalam Konteks Pemerintahan di Indonesi

Etika berasal dari kata Bahasa Yunani "Virtus" yang berarti keutamaan dan "Arete" yang berarti utama. Etika merupakan ajaran tentang cara berperilaku yang baik dan utama yang dibungkus oleh kebenaran. Dalam konteks kehidupan manusia, kebaikan hidup mengandung empat unsur keutamaan pokok, yaitu kebijaksanaan, keadilan, kekuatan moral, dan kesederhanaan serta pengendalian diri dalam pikiran. Etika normatif dengan kebijakan publik berarti pembenaran dan peneguhan atas kepastian moral dalam diri setiap aparatur pemerintah sebagai pemegang amanah dari rakyat dan masyarakatnya. Pemikiran tentang etika berlangsung pada tiga ranah, yaitu ranah filosofik, ranah sejarah, dan ranah kategorial. Beberapa item landasan etika yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan di Indonesia antara lain Falsafah Pancasila, Konstitusi UUD RI, TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi, dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi dan Nepotisme, Undang-Undang 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2005 dan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, dan PP Nomor 60 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Semua item di atas merupakan landasan etika yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan di Indonesia. Dalam konteks ini, etika berperan penting dalam membentuk kebijakan publik dan memastikan bahwa pemerintah berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dengan mematuhi landasan etika yang ada, pemerintah dapat memastikan bahwa tindakan dan kebijakan yang diambil sesuai dengan kepentingan rakyat dan masyarakat serta memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.