Nilai Tukar Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS: Faktor-faktor yang Mendorong Kenaika

Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Kamis (31/10/2024). Menurut Bloomberg, rupiah naik 0,04 persen atau 6,5 poin ke posisi Rp15.698 per dolar AS. Hal ini didorong oleh sentimen positif dari data tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi AS. Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa pertumbuhan penggajian swasta di AS melonjak pada Oktober 2024. Hal ini meredakan kekhawatiran akan adanya pemogokan dan dampak badai di AS. Selain itu, perekonomian AS tumbuh 2,8 persen secara tahunan pada triwulan III 2024, meskipun lebih rendah dari perkiraan para ekonom. Ibrahim mengatakan bahwa data ekonomi AS yang beragam menunjukkan pasar pekerjaan yang longgar sementara konsumen makin percaya diri. "Ini memberi sedikit kejelasan tentang prospek suku bunga The Fed yang membuat dolar AS melemah," ujarnya. Pasar juga mencermati perkembangan konflik di Timur Tengah menyusul peluang gencatan senjata antara Lebanon dan Israel. Hal yang sama terus diupayakan di wilayah Gaza. Selain itu, kondisi perekonomian Tiongkok masih lemah serta tensi geopolitik masih dominan mempengaruhi perekonomian global. Dari dalam negeri, Ibrahim melihat gonjang-ganjing pertumbuhan ekonomi 8 persen memicu polemik di pasar keuangan. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto hanya 5,2 persen. Namun, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pertumbuhan ekonomi 8 persen bukan hal yang mustahil. Ini karena Indonesia pernah mencapai pertumbuhan ekonomi 8,2 persen pada 1995. "Untuk itu, pemerintah akan menggali potensi sumber ekonomi baru, melakukan inovasi, dan beradaptasi dengan teknologi," ujarnya. Sehingga Indonesia bisa keluar dari jebakan kelas menengah dengan pendapatan per kapita. Secara keseluruhan, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (31/10/2024) didorong oleh sentimen positif dari data tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi AS. Hal ini menunjukkan pasar pekerjaan yang longgar sementara konsumen makin percaya diri. Namun, faktor-faktor seperti konflik di Timur Tengah, kondisi perekonomian Tiongkok, dan tensi geopolitik masih mempengaruhi perekonomian global. Pemerintah juga optimistis mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen dengan menggali potensi sumber ekonomi baru, melakukan inovasi, dan beradaptasi dengan teknologi.