Flexing: Sebuah Perburuan Status dan Prestise di Era Digital **

Pendahuluan: Era digital telah melahirkan fenomena "flexing", yaitu pamer harta dan gaya hidup mewah sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan dan eksistensi. Artikel ini akan menganalisis fenomena "flexing" melalui lensa teori stratifikasi sosial Max Weber, khususnya konsep "status" dan "prestise". Teori Stratifikasi Sosial Max Weber: Max Weber, seorang sosiolog terkemuka, berpendapat bahwa stratifikasi sosial tidak hanya ditentukan oleh kekayaan (kelas), tetapi juga oleh status dan kekuasaan. * Kelas: Merujuk pada posisi seseorang dalam sistem ekonomi berdasarkan kepemilikan aset dan sumber daya. * Status: Merujuk pada prestise atau reputasi sosial yang melekat pada seseorang, berdasarkan gaya hidup, pendidikan, profesi, dan kelompok sosial. * Kekuasaan: Merujuk pada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, terlepas dari kelas atau status mereka. Fenomena "Flexing" dalam Perspektif Weber: "Flexing" dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan status dan prestise seseorang di masyarakat. Dengan memamerkan harta dan gaya hidup mewah, individu berusaha untuk mendapatkan pengakuan dan meningkatkan reputasi sosial mereka. * Status: "Flexing" dapat diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan status sosial yang lebih tinggi. Individu yang memamerkan harta mereka berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain. * Prestise: "Flexing" juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan prestise. Dengan memamerkan gaya hidup mewah, individu berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki nilai sosial yang lebih tinggi. * Kekuasaan: Meskipun tidak secara langsung dibahas dalam artikel, "flexing" juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan kekuasaan. Dengan menunjukkan kekayaan dan status, individu dapat memperoleh pengaruh dan kontrol atas orang lain. Kesimpulan: Fenomena "flexing" dapat dijelaskan melalui teori stratifikasi sosial Max Weber. "Flexing" merupakan upaya untuk meningkatkan status dan prestise seseorang di masyarakat, yang dipengaruhi oleh budaya konsumerisme dan media sosial. Dalam konteks ini, "flexing" dapat diartikan sebagai bentuk "kompetisi status" di mana individu berusaha untuk mendapatkan pengakuan dan kekuasaan melalui demonstrasi kekayaan dan gaya hidup mereka. Refleksi:** Fenomena "flexing" menunjukkan bahwa keinginan untuk diakui dan mendapatkan status sosial merupakan kebutuhan dasar manusia. Namun, penting untuk diingat bahwa kebahagiaan dan kepuasan sejati tidak terletak pada harta benda atau status sosial, melainkan pada nilai-nilai intrinsik seperti hubungan interpersonal, kontribusi terhadap masyarakat, dan pengembangan diri.