Aroma Kue Jahe dan Kisah Keluarga **

** Senja menyapa dengan lembut, menyelimuti rumah kecil di pinggiran kota dengan warna jingga kemerahan. Di dalam, aroma kue jahe yang baru matang memenuhi ruangan, bercampur dengan aroma kayu manis dan cengkeh yang hangat. Ibu, dengan rambutnya yang mulai memutih, sibuk menata kue-kue di atas meja makan. Wajahnya, yang dipenuhi kerutan halus, memancarkan senyum hangat. Ayah, dengan tangannya yang kasar karena bekerja keras, sedang menata meja makan. Ia selalu bersemangat saat menantikan makan malam bersama keluarga. Kakak, dengan rambut panjangnya yang terurai, sedang membantu Ibu menata meja. Ia bercerita tentang hari-harinya di sekolah, suaranya bersemangat dan penuh tawa. Aku, si bungsu, duduk di dekat jendela, mengamati langit senja yang perlahan berubah warna. Di luar, anak-anak bermain petak umpet di taman, tawa mereka bergema di udara. Aku teringat masa kecilku, saat aku masih kecil dan bermain bersama kakak di taman yang sama. Saat makan malam dimulai, kami berkumpul di meja makan. Ibu menyajikan kue jahe buatannya, dan kami semua mencicipinya dengan penuh syukur. Kue jahe itu terasa manis dan hangat, seperti cinta Ibu yang selalu menyelimuti kami. Kami bercerita tentang hari-hari kami, berbagi suka dan duka. Ayah mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali memberikan nasihat bijaknya. Kakak bercerita tentang cita-citanya, dan aku bercerita tentang mimpi-mimpiku. Makan malam itu terasa istimewa. Aroma kue jahe, tawa kami, dan cerita-cerita yang kami bagikan, semuanya terukir dalam ingatan. Di tengah hiruk pikuk kehidupan, keluarga adalah tempat ternyaman untuk kembali. Di sini, kami saling mencintai, saling mendukung, dan saling berbagi. Saat senja berganti malam, kami berpamitan untuk tidur. Aku tertidur dengan perasaan hangat dan bahagia. Aroma kue jahe masih tercium samar-samar, mengingatkan aku akan keluarga kecilku yang penuh kasih sayang.