Senja di Jembatan Bambu **

** Mentari mulai meredup, meninggalkan langit jingga yang menawan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah dan daun kering, menyapa sore yang hening di desa. Di tepi sungai, jembatan bambu tua berdiri kokoh, saksi bisu perjalanan waktu yang tak terhenti. Di atas jembatan, seorang anak lelaki bernama Jaka duduk termenung. Matanya menatap aliran sungai yang tenang, pikirannya melayang ke masa lalu. Dulu, jembatan ini ramai dilewati para pedagang dan penduduk desa. Anak-anak bermain di bawahnya, tertawa riang. Jaka masih ingat bagaimana ia dan teman-temannya berlomba-lomba melompati batu di sungai, berteriak kegirangan. Namun, seiring berjalannya waktu, jembatan bambu ini mulai ditinggalkan. Jalan beraspal yang baru dibangun membuat akses ke desa lebih mudah. Jembatan bambu pun menjadi sepi, hanya dilewati oleh beberapa orang tua yang masih terbiasa dengan jalan lama. Jaka menghela napas, merasakan kesedihan yang mendalam. Ia merindukan masa kecilnya, masa di mana jembatan bambu ini menjadi pusat kehidupan desa. Ia merindukan suara tawa anak-anak, aroma masakan dari rumah-rumah di sekitar sungai, dan keramaian yang dulu menghiasi sore hari. Matahari benar-benar tenggelam, meninggalkan langit gelap yang dihiasi bintang-bintang. Jaka berdiri, meninggalkan jembatan bambu yang sepi. Ia berjalan pulang, membawa kenangan masa lalu yang tak terlupakan. Jembatan bambu itu mungkin sudah tak ramai lagi, namun kenangan indah yang terukir di dalamnya akan tetap hidup selamanya.