Luka Gracia, Sebuah Pelajaran untuk Ria **

Udara di ruang latihan terasa dingin, bahkan lebih dingin dari biasanya. Gracia, kakak kedua Ria, terduduk di sudut ruangan dengan wajah pucat. Luka di tangannya masih mengeluarkan darah, meskipun Ria sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghentikannya. "Kenapa kamu nggak hati-hati, sih?" tanya Ria, suaranya bercampur dengan kekhawatiran dan sedikit amarah. Gracia hanya menggeleng lemah. "Aku nggak sengaja, Ria. Aku kepleset." Ria menghela napas. Dia tahu Gracia tidak berbohong. Kakaknya memang selalu ceroboh, tapi Ria yakin Gracia tidak pernah sengaja melukai dirinya sendiri. "Kamu harus lebih berhati-hati, Gra. Kalau sampai kamu cedera serius, siapa yang akan mengurus kita semua?" Ria berkata dengan nada yang lebih lembut. Gracia mengangguk, matanya berkaca-kaca. Ria tahu, di balik rasa sakitnya, Gracia juga merasa bersalah. Shani, kakak pertama mereka, dan Feni, kakak ketiga, hanya bisa memberikan dukungan dari kejauhan. Mereka berdua sedang berada di luar kota, dan hanya bisa menghubungi Ria melalui telepon. "Jangan khawatir, Gra. Aku akan jaga kamu," bisik Ria, sambil mengusap lembut luka di tangan Gracia. Ria tahu, kejadian ini adalah pelajaran bagi mereka semua. Mereka harus saling menjaga dan mendukung, terutama saat salah satu dari mereka terluka. Wawasan:** Kejadian ini mengingatkan Ria bahwa keluarga adalah tempat teraman dan ternyaman. Meskipun mereka sering bertengkar, pada akhirnya mereka akan selalu ada untuk satu sama lain. Luka Gracia bukan hanya luka fisik, tapi juga luka batin yang mengingatkan mereka akan pentingnya saling menjaga dan menyayangi.