Melepas Stigma: Tinggi Badan Bukan Penentu Prestasi **

Kadek, dengan tinggi badan 186 cm, seringkali menjadi pusat perhatian. Pandangan orang lain tertuju padanya, terkadang dengan rasa kagum, terkadang dengan rasa iri. Namun, di balik tinggi badannya yang menjulang, Kadek menyimpan sebuah cerita tentang perjuangan melawan stigma yang melekat pada dirinya. Banyak yang berasumsi bahwa tinggi badan Kadek menjadikannya istimewa, bahkan unggul dalam berbagai hal. Mereka mengira Kadek pasti jago olahraga, mudah mendapatkan teman, dan selalu menjadi pusat perhatian. Namun, realitasnya tak selalu demikian. Kadek, seperti manusia lainnya, memiliki kelebihan dan kekurangan. Tinggi badannya memang menjadikannya menonjol, namun tak lantas membuatnya bebas dari kesulitan. Ia harus beradaptasi dengan lingkungan yang dirancang untuk orang dengan tinggi badan rata-rata. Kursi yang terlalu rendah, pintu yang terlalu sempit, dan pakaian yang sulit ditemukan menjadi tantangan yang harus dihadapinya setiap hari. Lebih jauh lagi, Kadek harus berjuang melawan stigma yang melekat pada orang tinggi. Ia seringkali dianggap sombong, angkuh, dan sulit didekati. Padahal, di balik tinggi badannya, Kadek menyimpan hati yang hangat dan jiwa yang penuh semangat. Ia ingin membuktikan bahwa tinggi badan bukanlah penentu prestasi, kepribadian, atau kualitas seseorang. Kadek adalah bukti nyata bahwa setiap orang memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Tinggi badan hanyalah salah satu aspek fisik yang tak menentukan segalanya. Ia ingin menginspirasi orang lain untuk melihat melampaui penampilan fisik dan menghargai setiap individu berdasarkan karakter dan kepribadiannya. Penutup:** Kisah Kadek mengingatkan kita bahwa penilaian terhadap seseorang tidak boleh hanya berdasarkan penampilan fisik. Tinggi badan, warna kulit, atau bentuk tubuh bukanlah tolak ukur kualitas seseorang. Mari kita belajar menghargai setiap individu dengan segala keunikannya dan membangun lingkungan yang inklusif bagi semua.