Kekerasan Kerja Paksa di Hindia Belanda: Kasus Gubernur Jenderal H.W. Daendels

Pendahuluan: Gubernur Jenderal H.W. Daendels, dikenal karena kekejamannya, memimpin Hindia Belanda dengan tangan besi, menimbulkan kemarahan dan pengaduan dari masyarakat dan orang Belanda. Bagian 1: Pembuatan Jalan Raya Anver-Panarukan dan Korban Jiwa Pada masa pemerintahan Daendels, pembuatan jalan raya Anver-Panarukan banyak mengakibatkan korban jiwa. Proyek ini, yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas dan memudahkan transportasi, menjadi simbol dari eksploitasi dan kekerasan kerja paksa. Bagian 2: Pengaduan dan Penggusuran Daendels Pengaduan dari orang Belanda terhadap Daendels akhirnya membawa hasil. Pada tahun 1811, Raja Lodewijk Bonaparte memanggil Daendels kembali ke Belanda. Penggusuran ini menunjukkan bahwa tindakan kekerasan dan eksploitasi tidak akan ditoleransi. Bagian 3: Kekurangan Warisan Gubernur Jenderal Jansens Ketika Jan William Jansens mengambil alih jabatan Gubernur Jenderal setelah Daendels, ia hanya menjabat selama enam bulan. Masa pemerintahannya singkat dan tampaknya tidak meninggalkan dampak yang signifikan, menunjukkan kurangnya perhatian terhadap kepentingan masyarakat dan orang Belanda. Bagian 4: Perubahan Bendera dan Pengambilalihan Inggris Pada akhir masa pemerintahan Jansens, ia seolah-olah ditugaskan hanya untuk menjaga bendera Perancis yang berkibar di Hindia Belanda. Setelah enam bulan, ia menurunkan bendera dan menggantinya dengan lengan bendera Kerajaan Inggris, menunjukkan perubahan politik dan keinginan untuk memisahkan diri dari pengaruh Perancis. Kesimpulan: Kekerasan kerja paksa dan eksploitasi di Hindia Belanda selama masa pemerintahan Daendels menimbulkan kemarahan dan pengaduan dari masyarakat dan orang Belanda. Penggusuran Daendels dan kurangnya warisan Gubernur Jenderal Jansens menunjukkan bahwa tindakan seperti itu tidak akan ditoleransi.