Ketika Media Sosial Menjadi Mimpi Buruk

Hujan membasahi jendela kamar Lia, menciptakan melodi lembut yang menyertai kelamnya hari. Sambil menyeruput teh hangatnya, Lia duduk di teras rumahnya yang sepi. Ponselnya tergeletak di meja dengan layar yang menyala, mengundangnya untuk memasuki dunia maya yang penuh tanda tanya. Saat itu, Arka, teman lamanya, muncul di notifikasi, memberi sapaan hangat. Mereka pun mulai saling bertukar cerita, membuka jendela kehidupan masing-masing yang terkunci dalam dunia maya. Namun, semakin dalam Lia merambah media sosial, semakin ia menyadari bahwa dunia maya ini tak seindah yang dibayangkan. Rasa curiga dan cemburu merajalela di antara para pengguna. Percintaan yang terjalin di media sosial membawa dampak mengerikan pada kehidupan nyata. Lia terjerat dalam jaringan asmara yang penuh tipu daya. Arka, yang tampak begitu dekat, ternyata memiliki maksud terselubung. Percintaan yang awalnya manis berubah menjadi mimpi buruk yang mengancam kesehatan mental Lia. Ancaman bunuh diri yang muncul di antara para pengguna media sosial menghantui Lia, menguburkan kepercayaan dirinya dalam ketakutan. Kisah ini tak berakhir bahagia. Trauma Lia tak dapat dihapus begitu saja. Kegelapan menyelimuti harinya, meninggalkan luka yang dalam. Lia harus belajar melepaskan cintanya yang telah terperangkap dalam layar gadget. Arka, yang menjadi penyebabnya, tak pernah menyadari betapa jahatnya perbuatannya. Pertemanan yang tampak dekat hanyalah ilusi yang melukai hati Lia. Media sosial yang seharusnya menjadi wadah kebahagiaan dan kebersamaan malah berubah menjadi mimpi buruk yang tak berujung. Lia akhirnya menyadari bahwa, terkadang, dunia nyata lebih aman daripada bayangan yang tercipta di media sosial.