Rasa Sakit Ria dan Tekad Argantara **

Matahari pagi menyinari mansion megah keluarga Natio. Di dalam ruangan kerja Argantara, sang kepala keluarga, suasana mencekam. Ria, si bungsu, terkulai lemas di pelukan Shani, kakaknya. Air mata membasahi pipinya, menceritakan kisah pahit tentang perundungan yang dialaminya di sekolah. Argantara, yang biasanya tenang, kini wajahnya dipenuhi amarah. Ia tak terima melihat putri kesayangannya terluka. "Cari tahu siapa yang berani menyakiti Ria!" perintah Argantara kepada orang kepercayaannya. Demam menggerogoti tubuh Ria. Ia tak berdaya, hanya bisa terbaring lemah di ranjangnya. Shani, Gracia, dan Feni, ketiga kakak Ria, setia menemaninya. Mereka bergantian mengompres dahi Ria, berharap demamnya segera reda. Keesokan harinya, Argantara, bersama Ria dan ketiga kakaknya, datang ke sekolah. Tekad bulat terpancar dari mata Argantara. Ia tak akan membiarkan siapa pun yang menyakiti Ria lolos begitu saja. Di lapangan sekolah, seluruh siswa-siswi berkumpul. Ria, dengan tubuh yang masih lemas, berdiri di hadapan mereka. Ia menunjuk pelaku perundungan, dan dengan tegas menceritakan semua yang terjadi. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun memperlakukanmu seperti ini lagi, Ria," bisik Shani, menenangkan adiknya. Sore itu, Ria kembali ke mansion. Sang ayah harus menghadiri rapat mendadak, sehingga ketiga kakaknya bergantian menemaninya. Ria terbangun dari tidurnya, haus menggerogoti tenggorokannya. "Shani, aku haus," lirih Ria. Shani segera mengambil segelas air dan menyodorkannya kepada Ria. "Tenang, Ria. Kami akan selalu ada untukmu," ujar Shani, sambil mengelus lembut rambut Ria. Wawasan:** Kisah Ria mengingatkan kita bahwa perundungan adalah masalah serius yang dapat berdampak buruk pada korbannya. Penting bagi kita untuk saling mendukung dan melindungi satu sama lain, serta berani melawan segala bentuk perundungan.