Tipe Haploid-Diploid dalam Penentuan Jenis Kelamin pada Serangg

Pendahuluan: Penentuan jenis kelamin pada beberapa serangga Ordo Hymenoptera, seperti lebah dan semut, tidak terkait dengan kromosom kelamin. Pada hewan-hewan ini, jenis jantan terjadi melalui proses parthenogenesis, di mana makhluk terbentuk dari sel telur tanpa proses fertilisasi. Individu jantan tetap bersifat haploid, sementara individu betina bersifat diploid. Bagian: ① Bagian pertama: Parthenogenesis sebagai Proses Pembentukan Jantan Pada serangga seperti lebah madu, individu jantan terbentuk melalui parthenogenesis. Sel telur yang tidak dibuahi akan berkembang menjadi lebah jantan yang memiliki 16 buah kromosom (haploid). ② Bagian kedua: Fertilisasi dan Pembentukan Betina Sel telur yang dibuahi oleh spermatozoa akan menghasilkan lebah madu betina, baik ratu maupun pekerja, yang bersifat diploid dengan 32 kromosom. Lebah ratu bertanggung jawab atas pembentukan lebah jantan melalui kontrol pada sel telur yang tidak dibuahi. ③ Bagian ketiga: Perbedaan Fertilitas antara Ratu dan Pekerja Lebah ratu adalah individu yang fertile, sedangkan lebah pekerja steril. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan tempat dan makanan yang mereka terima selama perkembangan mereka. Kesimpulan: Penentuan jenis kelamin pada serangga Ordo Hymenoptera, seperti lebah dan semut, didasarkan pada tipe haploid-diploid. Individu jantan bersifat haploid, sementara individu betina bersifat diploid. Proses parthenogenesis berperan penting dalam pembentukan individu jantan, sementara fertilisasi menghasilkan individu betina.