Hukum Engel dan Kesenjangan Ekonomi: Studi Kasus di Kota Besar

Di tengah hiruk-pikuk kota besar, di mana gedung pencakar langit mencakar langit dan gemerlap kehidupan modern memikat, tersembunyi jurang pemisah yang dalam: kesenjangan ekonomi. Jurang ini, yang memisahkan mereka yang memiliki segalanya dan mereka yang berjuang untuk bertahan hidup, diperburuk oleh hukum engel, sebuah prinsip ekonomi yang mengungkap realitas pahit tentang bagaimana ketimpangan memengaruhi kehidupan kita.

Manifestasi Hukum Engel di Kota Besar

Hukum Engel, yang dikemukakan oleh ahli statistik Prusia Ernst Engel pada abad ke-19, menyatakan bahwa ketika pendapatan rumah tangga meningkat, proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk kebutuhan pokok seperti makanan menurun, sementara proporsi yang dibelanjakan untuk barang dan jasa non-esensial seperti rekreasi dan pendidikan meningkat. Di kota-kota besar, di mana biaya hidup seringkali tinggi, hukum Engel memiliki implikasi yang signifikan terhadap kesenjangan ekonomi.

Keluarga berpenghasilan rendah di kota besar dipaksa untuk mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka untuk kebutuhan dasar seperti perumahan, makanan, dan transportasi. Pengeluaran ini menyita sebagian besar anggaran mereka, sehingga hanya menyisakan sedikit atau bahkan tidak ada ruang untuk tabungan, investasi, atau pengeluaran diskresioner yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Di sisi lain, keluarga berpenghasilan tinggi menikmati fleksibilitas yang jauh lebih besar dalam pengeluaran mereka. Mereka dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan dasar mereka dan memiliki sisa pendapatan yang besar untuk dibelanjakan untuk barang-barang mewah, pendidikan, perjalanan, dan investasi, yang semakin memperkuat status ekonomi mereka.

Dampak Kesenjangan Ekonomi yang Diperparah

Kesenjangan ekonomi yang diperburuk oleh hukum Engel memiliki konsekuensi yang luas bagi individu dan masyarakat di kota-kota besar. Pertama, hal itu menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputus. Keluarga berpenghasilan rendah, yang terbebani oleh biaya hidup yang tinggi, memiliki sedikit peluang untuk menabung atau berinvestasi dalam pendidikan dan peluang lain yang dapat membantu mereka keluar dari kemiskinan. Akibatnya, anak-anak mereka sering kali mewarisi kerugian ekonomi mereka, melanggengkan siklus tersebut dari generasi ke generasi.

Kedua, kesenjangan ekonomi yang melebar dapat menyebabkan ketegangan dan keresahan sosial. Ketika kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin besar, hal itu dapat menimbulkan rasa tidak adil, frustrasi, dan bahkan kemarahan di antara mereka yang merasa tertinggal. Hal ini dapat memanifestasikan dirinya dalam peningkatan kejahatan, kerusuhan, dan bentuk-bentuk ketidakstabilan sosial lainnya, yang semakin merusak tatanan sosial kota-kota besar.

Terakhir, kesenjangan ekonomi yang diperburuk oleh hukum Engel dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Ketika sebagian besar penduduk berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, mereka memiliki lebih sedikit daya beli, yang menyebabkan penurunan permintaan barang dan jasa. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan, hilangnya lapangan kerja, dan penurunan pendapatan pajak, yang semakin memperburuk masalah ekonomi yang dihadapi kota-kota besar.

Hukum Engel berfungsi sebagai pengingat yang nyata tentang bagaimana kesenjangan ekonomi dapat memengaruhi kehidupan di kota-kota besar. Ketika pendapatan meningkat, kesenjangan dalam pengeluaran untuk kebutuhan pokok dan non-esensial menjadi semakin jelas, yang semakin memperburuk ketidaksetaraan yang ada. Mengatasi kesenjangan ekonomi ini sangat penting untuk menciptakan kota-kota besar yang lebih adil, setara, dan sejahtera bagi semua penduduknya.