Di Balik Mata yang Lain **

** Di tengah hiruk pikuk kota, di mana gedung-gedung menjulang tinggi dan hiruk pikuk manusia tak henti-hentinya, hiduplah seorang pemuda bernama Arga. Arga adalah seorang seniman, jiwa yang peka terhadap keindahan dan kesedihan dunia. Ia melukiskan perasaannya di atas kanvas, menorehkan warna-warna yang mewakili kegelisahan dan harapannya. Suatu hari, Arga mengalami kecelakaan yang membuatnya terbaring koma di rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa peluang Arga untuk pulih sangat kecil. Namun, di tengah keputusasaan, terjadi hal yang tak terduga. Jiwa Arga, yang terjebak dalam tubuh yang tak berdaya, merasakan sebuah tarikan, sebuah panggilan yang tak tertahankan. Ia terbangun di dalam tubuh seorang wanita tua bernama Nenek Sri. Nenek Sri adalah seorang penjual bunga di pasar tradisional, hidupnya sederhana dan penuh dengan kasih sayang. Arga, yang kini menjadi Nenek Sri, merasakan kejutan yang luar biasa. Tubuhnya renta, matanya keruh, dan tangannya gemetar. Namun, di balik tubuh yang lemah itu, ia merasakan kehangatan dan ketenangan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Arga, dalam wujud Nenek Sri, mulai memahami makna hidup yang sesungguhnya. Ia merasakan kasih sayang yang tulus dari para pembeli di pasar, ia merasakan kebahagiaan sederhana dalam menata bunga-bunga yang indah, dan ia merasakan kedamaian dalam berdoa di pagi hari. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Arga juga merasakan kerinduan yang mendalam. Ia merindukan dunia seni, ia merindukan keluarga dan teman-temannya. Ia merindukan tubuhnya sendiri, tubuh yang pernah menjadi wadah bagi jiwanya yang penuh semangat. Arga, dalam wujud Nenek Sri, mulai bertanya-tanya. Apakah perpindahan jiwa ini adalah sebuah hukuman? Apakah ini adalah kesempatan untuk menemukan makna hidup yang baru? Atau, apakah ini adalah sebuah kesempatan untuk menebus kesalahan masa lalunya? Di tengah kebingungan dan kerinduan, Arga, dalam wujud Nenek Sri, menemukan kekuatan baru. Ia mulai melukis dengan tangan yang gemetar, menggunakan cat air yang lembut untuk menggambarkan perasaannya. Ia melukis bunga-bunga yang indah, melukis senyum anak-anak yang ceria, dan melukis keindahan sederhana kehidupan yang tak pernah ia perhatikan sebelumnya. Melalui lukisannya, Arga, dalam wujud Nenek Sri, mulai berbagi cerita tentang perpindahan jiwanya. Ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa jiwa manusia tak terbatas, bahwa jiwa dapat menjelma dalam berbagai bentuk, dan bahwa makna hidup dapat ditemukan di tempat-tempat yang tak terduga. Arga, dalam wujud Nenek Sri, akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaannya. Perpindahan jiwa bukanlah hukuman, melainkan sebuah kesempatan untuk menemukan makna hidup yang baru. Ia menemukan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kasih sayang, pada kebaikan, dan pada keindahan sederhana kehidupan. Kisah Arga, dalam wujud Nenek Sri, menjadi sebuah bukti bahwa jiwa manusia tak terhentikan, bahwa jiwa dapat menjelma dalam berbagai bentuk, dan bahwa makna hidup dapat ditemukan di tempat-tempat yang tak terduga.