Tantangan Menjadi Pribadi Religius di Era Millenial yang Kurang Adab

Di era millenial yang serba modern ini, menjadi pribadi religius bisa menjadi tantangan tersendiri. Terlebih lagi, jika kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang kurang menghargai adab dan nilai-nilai keagamaan. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi beberapa kesulitan yang dihadapi oleh individu religius di era millenial dan bagaimana mereka dapat mengatasinya. Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh individu religius di era millenial adalah adanya tekanan sosial untuk mengikuti tren dan gaya hidup yang tidak selaras dengan nilai-nilai agama. Dalam dunia yang didominasi oleh media sosial dan budaya konsumerisme, seringkali kita merasa tergoda untuk mengikuti gaya hidup yang tidak sejalan dengan keyakinan kita. Misalnya, banyak orang yang merasa sulit untuk menjaga adab dalam berpakaian, karena terpengaruh oleh tren mode yang seringkali tidak memperhatikan nilai-nilai agama. Selain itu, adanya perubahan nilai dan norma dalam masyarakat juga menjadi tantangan bagi individu religius. Di era millenial, banyak nilai-nilai tradisional yang dianggap kuno dan tidak relevan. Hal ini membuat individu religius seringkali merasa terpinggirkan dan sulit untuk mempertahankan keyakinan mereka. Misalnya, dalam hal hubungan antara pria dan wanita, nilai-nilai agama seringkali bertentangan dengan budaya hookup dan hubungan tanpa komitmen yang seringkali dianut oleh generasi millenial. Namun, meskipun menghadapi berbagai tantangan ini, ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh individu religius untuk tetap teguh pada keyakinan mereka di era millenial yang kurang adab. Pertama, penting untuk membangun komunitas yang mendukung. Bergabung dengan kelompok atau organisasi agama dapat memberikan dukungan dan inspirasi dalam menjalani kehidupan religius di tengah-tengah masyarakat yang kurang adab. Selain itu, penting juga untuk terus belajar dan memperdalam pemahaman agama kita. Dengan memahami nilai-nilai agama dengan lebih baik, kita dapat lebih yakin dan teguh dalam menjalani kehidupan religius. Selain itu, penting juga untuk tetap terbuka dan toleran terhadap perbedaan. Meskipun kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang kurang adab, bukan berarti kita harus menutup diri dari dunia luar. Dengan tetap terbuka dan toleran, kita dapat membangun dialog dan memperkuat pemahaman antara individu religius dan masyarakat umum. Dalam hal ini, pendekatan yang positif dan optimis sangat penting untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara individu religius dan masyarakat. Dalam kesimpulan, menjadi pribadi religius di era millenial yang kurang adab memang tidak mudah. Namun, dengan membangun komunitas yang mendukung, terus belajar dan memperdalam pemahaman agama, serta tetap terbuka dan toleran terhadap perbedaan, kita dapat mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi dan tetap teguh pada keyakinan kita.