Melepaskan Ego untuk Meraih Kebaikan: Menyingkirkan Hambatan dalam Fastabiqul Khairot **

Islam mengajarkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairot). Namun, dalam perjalanan meraih kebaikan, terkadang kita dihadapkan pada berbagai hambatan yang menghambat langkah kita. Salah satu hambatan yang perlu diwaspadai adalah merasa diri paling benar dan menganggap pihak lain sesat. Sikap ini dapat mengantarkan kita pada perdebatan yang tidak produktif dan menguras waktu. Mengapa sikap merasa paling benar menjadi hambatan? Karena sikap ini menutup pintu hati untuk menerima kebenaran dari sumber lain. Kita cenderung terjebak dalam pemikiran sendiri dan sulit menerima masukan dari orang lain. Padahal, dalam Islam, mencari ilmu dan kebenaran adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sikap yang seharusnya kita miliki adalah rendah hati dan mau belajar dari siapapun. Kita harus menyadari bahwa kita tidaklah sempurna dan selalu ada kemungkinan untuk salah. Dengan rendah hati, kita dapat menerima nasihat dan masukan dari orang lain, sehingga dapat memperbaiki diri dan semakin dekat dengan kebaikan. Selain itu, sikap merasa paling benar juga dapat memicu perselisihan dan perpecahan di antara umat. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan persatuan dan persaudaraan. Dalam Islam, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, namun harus diselesaikan dengan cara yang baik dan penuh hikmah. Kesimpulan: Merasa diri paling benar dan menganggap pihak lain sesat merupakan hambatan besar dalam menerapkan fastabiqul khairot. Sikap ini menghalangi kita untuk menerima kebenaran dan memicu perselisihan. Untuk meraih kebaikan, kita perlu melepas ego dan membuka hati untuk menerima kebenaran dari berbagai sumber**. Dengan demikian, kita dapat melangkah maju dengan penuh semangat dan meraih kebaikan yang lebih besar.