Kaidah dalam Pantun Bima "Tiwara Madacaru Karawi Ma Batu Cara

Dalam pantun Bima yang berjudul "Tiwara Madacaru Karawi Ma Batu Cara", terdapat beberapa kaidah yang dapat diidentifikasi. Pantun ini merupakan salah satu contoh dari seni sastra lisan yang masih dilestarikan oleh masyarakat Bima, Nusa Tenggara Barat. Dalam artikel ini, kita akan membahas kaidah-kaidah yang digunakan dalam pantun ini dan bagaimana kaidah-kaidah tersebut mempengaruhi struktur dan makna pantun tersebut. Pertama, kaidah yang dapat ditemukan dalam pantun ini adalah penggunaan kata-kata yang berima. Dalam setiap baris pantun, terdapat pola irama yang tercipta melalui penggunaan kata-kata dengan akhiran yang sama. Misalnya, dalam baris pertama "Tiwara madacaru karawi ma batu cara", terdapat pengulangan akhiran "-aru" pada kata "madacaru" dan "karawi". Kaidah ini memberikan keindahan dan keselarasan dalam pantun Bima. Selain itu, pantun ini juga menggunakan kaidah penggunaan kata-kata yang berima dalam setiap barisnya. Misalnya, dalam baris kedua "Tiwara madamaci karawi sampela moci", terdapat pengulangan akhiran "-aci" pada kata "madamaci" dan "sampela". Kaidah ini memberikan kekonsistenan dan keharmonisan dalam pantun Bima. Selanjutnya, pantun ini juga menggunakan kaidah penggunaan kata-kata yang memiliki makna yang terkait. Misalnya, dalam baris ketiga "Sampela ma loa sajana mode wa'ura lao", terdapat penggunaan kata-kata seperti "sampela" yang berarti "satu", "loa" yang berarti "dua", dan "sajana" yang berarti "tiga". Kaidah ini memberikan kepaduan makna yang terkait dalam pantun Bima. Dalam pantun Bima "Tiwara Madacaru Karawi Ma Batu Cara", terdapat kaidah-kaidah yang digunakan untuk menciptakan keindahan, keselarasan, dan kekonsistenan dalam pantun tersebut. Penggunaan kata-kata yang berima, kata-kata yang berima dalam setiap baris, dan kata-kata yang memiliki makna yang terkait adalah beberapa kaidah yang dapat ditemukan dalam pantun ini. Dengan memahami kaidah-kaidah ini, kita dapat lebih menghargai dan memahami seni sastra lisan yang masih dilestarikan oleh masyarakat Bima.