Implementasi Pendekatan Culturally Responsive Teaching di Kabupaten Bantul, DIY

Implementasi pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT) di Indonesia telah menjadi topik yang menarik perhatian para ahli pendidikan. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan responsif terhadap keberagaman budaya siswa. Dalam artikel ini, saya akan menjelaskan pengalaman praktik pembelajaran saya di sebuah sekolah di Kabupaten Bantul, DIY, yang menerapkan pendekatan CRT. Salah satu contoh konkret dari implementasi CRT di kelas saya adalah penggunaan contoh dampak merokok bagi anak usia 3 tahun di Kabupaten Sleman. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman berada dalam satu provinsi, yaitu DIY, namun memiliki perbedaan budaya yang signifikan. Dengan menggunakan contoh yang relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa, saya dapat mengaitkan pembelajaran dengan konteks lokal mereka. Dalam mengajar, saya memastikan bahwa materi yang disampaikan tidak hanya relevan dengan kehidupan siswa, tetapi juga menghormati dan menghargai keberagaman budaya mereka. Saya menggali pengetahuan dan pengalaman siswa tentang topik yang sedang dipelajari, dan mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran. Misalnya, ketika membahas dampak merokok, saya meminta siswa untuk berbagi pengalaman mereka atau cerita tentang bagaimana merokok mempengaruhi kehidupan mereka atau orang-orang di sekitar mereka. Selain itu, saya juga memastikan bahwa materi pembelajaran saya mencakup berbagai perspektif budaya. Saya menggunakan sumber daya yang mencerminkan keberagaman budaya siswa, seperti cerita rakyat lokal, lagu tradisional, atau gambar-gambar yang menggambarkan kehidupan sehari-hari mereka. Dengan cara ini, saya dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan memungkinkan siswa untuk merasa dihargai dan diakui dalam kelas. Selama implementasi pendekatan CRT, saya juga mengamati perubahan positif dalam partisipasi dan motivasi siswa. Mereka lebih antusias dalam pembelajaran dan lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi kelas. Saya percaya bahwa ini terjadi karena siswa merasa bahwa pembelajaran mereka relevan dengan kehidupan mereka dan menghargai keberagaman budaya mereka. Dalam kesimpulan, implementasi pendekatan Culturally Responsive Teaching di Kabupaten Bantul, DIY, telah membawa dampak positif dalam pembelajaran. Dengan mengaitkan pembelajaran dengan konteks lokal siswa dan menghormati keberagaman budaya mereka, siswa merasa dihargai dan termotivasi untuk belajar. Pendekatan CRT ini dapat menjadi model yang efektif untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan responsif di seluruh Indonesia.