Pemberontakan dan Sistem Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Parlementer

Pada masa Demokrasi Terpimpin, Indonesia mengalami beberapa pemberontakan yang signifikan. Salah satunya adalah Pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948. Pemberontakan ini dimulai setelah kejatuhan pemerintahan Soekarno-Hatta dan berlangsung selama beberapa bulan sebelum berhasil diredam oleh pemerintah. Pemberontakan ini dipimpin oleh PKI, partai komunis yang saat itu menjadi partai terbesar di Indonesia. Selain Pemberontakan PKI Madiun, ada juga pemberontakan lain yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin. Misalnya, pemberontakan Permesta yang terjadi di Sulawesi Utara dan pemberontakan DI/TII yang terjadi di Jawa Barat. Pemberontakan-pemberontakan ini dipimpin oleh kelompok-kelompok yang tidak puas dengan pemerintahan Soekarno-Hatta dan berusaha menggulingkannya. Pada masa Demokrasi Terpimpin, sistem politik yang diterapkan di Indonesia adalah sistem presidensial. Presiden adalah lembaga tertinggi negara dan memiliki kekuasaan eksekutif yang besar. Presiden dibantu oleh lembaga-lembaga seperti MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dalam menjalankan tugas kenegaraan. Selain itu, pada masa Demokrasi Terpimpin, Indonesia juga memiliki kebijakan politik luar negeri yang khas. Indonesia mengadopsi kebijakan luar negeri bebas aktif yang berarti Indonesia tidak akan terikat dengan blok politik manapun dan akan menjaga hubungan baik dengan semua negara. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga kedaulatan dan kebebasan Indonesia dalam hubungan internasional. Pada masa Demokrasi Parlementer, Indonesia juga mengalami beberapa perubahan dalam sistem politiknya. Salah satunya adalah penghapusan MPRS dan penggantinya dengan DPR/MPR (Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat). Selain itu, lembaga yang bertugas untuk mengawasi Presiden dan Wakil Presiden juga berubah menjadi DPR. Sistem politik yang diterapkan pada masa Demokrasi Parlementer adalah sistem parlementer. Presiden adalah kepala negara, tetapi kekuasaan eksekutif sebagian besar berada di tangan perdana menteri dan kabinetnya. Sistem ini bertujuan untuk memperkuat peran parlemen dalam pengambilan keputusan politik. Selain perubahan dalam sistem politik, pada masa Demokrasi Parlementer juga terjadi perubahan dalam kebijakan politik luar negeri dan ekonomi. Indonesia mengadopsi kebijakan luar negeri yang lebih terbuka dan aktif dalam hubungan internasional. Sedangkan dalam bidang ekonomi, diterapkan sistem gunting syafruddin yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh pemerintah dalam perekonomian. Dalam sejarah politik Indonesia, terdapat keberhasilan dan kegagalan yang dicapai pada masa Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Parlementer. Salah satu keberhasilan yang dicapai pada masa Demokrasi Terpimpin adalah stabilitas politik yang terjaga meskipun adanya pemberontakan. Sedangkan pada masa Demokrasi Parlementer, salah satu keberhasilan yang dicapai adalah perubahan sistem politik yang lebih demokratis. Dalam kesimpulan, pemberontakan dan sistem politik di Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Parlementer memiliki peran yang penting dalam sejarah politik Indonesia. Pemberontakan-pemberontakan tersebut mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan yang ada, sedangkan sistem politik yang diterapkan mencerminkan upaya untuk menciptakan stabilitas politik dan pembangunan negara yang lebih baik.