Ternate Tidore: Perjuangan untuk Kekuasaan dan Agama di Timur Nusantar

Dua pulau kecil di Maluku, Ternate dan Tidore, telah lama menjadi pusat perhatian bangsa-bangsa Eropa karena menjadi daerah penghasil rempah-rempah yang berlimpah. Bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda bersaing memperebutkan kekayaan rempah-rempah di wilayah ini. Pada awalnya, Portugis bersekutu dengan Ternate, sementara Tidore bersekutu dengan Spanyol. Namun, hubungan antara Portugis dan penduduk Ternate tidaklah harmonis. Pada tahun 1535 M, Portugis bahkan berhasil menggulingkan penguasa Ternate dan membunuh penerus Sultan. Namun, putra Sultan yang terbunuh, Sultan Baabullah, berhasil mengambil alih kekuasaan pada tahun 1570 M. Sultan Baabullah adalah seorang penganut Islam yang taat dan memiliki motivasi agama yang kuat. Ia berhasil mengusir Portugis dari kerajaannya pada tahun 1575 M. Akibatnya, orang-orang Eropa bermigrasi ke Tidore. Baabullah dan putranya, Sultan Said Ad-Din Berkat Syah, juga melanjutkan upaya penyebaran agama Islam di pulau-pulau sekitarnya. Perjuangan untuk kekuasaan dan agama di Ternate dan Tidore telah membentuk sejarah dan budaya di wilayah ini. Meskipun terjadi persaingan sengit antara bangsa-bangsa Eropa, pengaruh Islam tetap kuat di Ternate dan Tidore. Kedua pulau ini menjadi simbol perlawanan dan keberanian dalam mempertahankan identitas dan kepercayaan mereka. Kisah Ternate dan Tidore adalah cerminan dari perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajahan dan menjaga keberagaman budaya dan agama. Melalui perjuangan mereka, Ternate dan Tidore telah menjadi saksi bisu dari sejarah Nusantara yang kaya dan beragam.