Analisis Lirik Lagu 'Siapa Dapat Berbaris' Karya Iwan Fals: Refleksi Kritik Sosial dan Politik

Lagu "Siapa Dapat Berbaris" karya Iwan Fals bukanlah sekadar rangkaian melodi dan lirik, melainkan sebuah refleksi tajam atas kondisi sosial dan politik yang melingkupi masyarakat. Dirilis pada tahun 1986, lagu ini menjadi nyanyian perlawanan yang mengungkap realitas pahit di balik tembok kekuasaan. Lirik-liriknya yang lugas dan penuh makna mengundang pendengar untuk merenung, mempertanyakan, dan bahkan mungkin, bergerak.

Jeritan Kaum Tertindas: Menggugat Kesenjangan Sosial

Iwan Fals, melalui "Siapa Dapat Berbaris," dengan gamblang menyuarakan kesenjangan sosial yang merajalela. Larik-larik seperti "Menteri-menteri gembung, perutnya buncit-buncit" dan "Rakyat cuma bisa gigit jari, gigit jari dan gigit jari" melukiskan jurang pemisah antara penguasa dan rakyat jelata. Kemewahan hidup yang dinikmati segelintir elite berbanding terbalik dengan himpitan ekonomi yang membelenggu rakyat kecil. Kritik tajam ini menjadi tamparan keras bagi sistem yang timpang, mendesak untuk adanya pemerataan dan keadilan sosial.

Suara Lantang Melawan Otoritarianisme

Tak hanya menyoroti kesenjangan sosial, "Siapa Dapat Berbaris" juga menjadi medium perlawanan terhadap rezim otoriter yang berkuasa. Lirik "Siapa dapat berbaris, rapi dan teratur, kalau mulut dibungkam, tangan diikat?" menggambarkan dengan jelas penindasan dan pembungkaman yang terjadi pada masa itu. Kebebasan berpendapat dan berekspresi dikekang, rakyat dipaksa untuk patuh dan tunduk tanpa boleh bersuara. Melalui lagu ini, Iwan Fals dengan lantang menyuarakan perlawanan, menuntut ruang demokrasi yang lebih terbuka.

Ironi di Balik Pembangunan: Sebuah Pertanyaan Retoris

Di tengah gembar-gembor pembangunan yang digalakkan pemerintah, Iwan Fals justru melemparkan pertanyaan retoris yang menohok, "Siapa dapat berbaris, lurus dan tegak, kalau perutnya kosong, kakinya pegal?". Lirik ini dengan cerdas mengungkap ironi di balik gemerlap pembangunan. Kemajuan ekonomi yang digaungkan ternyata tak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat. Kemiskinan dan pengangguran masih merajalela, sementara pembangunan fisik hanya dinikmati oleh segelintir golongan.

Relevansi Abadi: Refleksi untuk Masa Kini

Meskipun diciptakan puluhan tahun silam, pesan-pesan yang terkandung dalam "Siapa Dapat Berbaris" tetap relevan hingga kini. Kesenjangan sosial, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan masih menjadi problematika yang menghantui bangsa ini. Lagu ini menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa perjuangan untuk keadilan sosial dan demokrasi adalah tugas yang tak pernah usai.

"Siapa Dapat Berbaris" bukan hanya sebuah lagu, melainkan sebuah monumen perlawanan yang terus menginspirasi. Lirik-liriknya yang tajam dan sarat makna menjadi cerminan bagi setiap generasi untuk terus menyuarakan kebenaran, melawan ketidakadilan, dan memperjuangkan hak-hak rakyat. Lagu ini adalah bukti nyata bahwa musik dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengkritik, menyuarakan aspirasi, dan membangkitkan semangat perubahan.