Si Tukang Parkir dan Keadilan **

Sore itu, langit Jakarta mendung, seakan ikut bersedih melihat pemandangan di depan mata. Di pinggir jalan yang ramai, seorang tukang parkir dengan seragam lusuh sedang berdebat sengit dengan seorang pengendara mobil mewah. "Pak, ini parkirnya Rp. 5.000,-," ujar tukang parkir itu dengan suara serak. "Lho, kok mahal sekali? Di tempat lain cuma Rp. 2.000,-," jawab pengendara mobil itu dengan nada tinggi. "Ya, Pak, ini kan tempat strategis, ramai," jawab tukang parkir itu, berusaha mempertahankan harga. "Strategis? Strategis buat kamu saja yang bisa seenaknya menaikkan harga. Saya bayar Rp. 2.000,- saja, kalau tidak mau, saya cari tempat parkir lain!" Tukang parkir itu terdiam, wajahnya tampak kecewa. Ia tahu, ia tidak bisa berbuat banyak. Pengendara mobil itu akan pergi begitu saja, meninggalkan rasa ketidakadilan di hatinya. Kisah ini mungkin hanya sepenggal cerita kecil, namun ia menggambarkan realitas yang sering kita temui di tengah masyarakat. Keadilan, yang seharusnya menjadi nilai universal, seringkali tergadaikan oleh kekuasaan dan keuntungan pribadi. Tukang parkir, yang hanya berusaha mencari nafkah, terpaksa menelan pil pahit ketidakadilan. Refleksi:** Kisah ini mengingatkan kita bahwa keadilan tidak hanya tentang hukum dan peraturan, tetapi juga tentang empati dan rasa hormat terhadap sesama. Kita semua memiliki peran dalam membangun masyarakat yang adil, di mana setiap orang mendapatkan hak dan kesempatan yang sama, tanpa memandang status sosial atau kekayaan. Semoga kisah ini dapat menjadi renungan bagi kita semua untuk menjalankan hidup dengan penuh keadilan dan menghormati hak-hak orang lain.