Rasio Fenotip dan Genotip pada Silangan Tikus Berbulu Hitam dan Putih

Silangan antara tikus jantan berbulu hitam dan tikus betina berbulu putih dapat menghasilkan keturunan dengan berbagai fenotip dan genotip. Dalam kasus ini, bulu hitam dianggap sebagai sifat dominan, sedangkan bulu putih dianggap sebagai sifat resesif. a. Rasio Fenotip pada Filial 2 Untuk menentukan rasio fenotip pada filial 2, kita perlu memahami bagaimana sifat bulu hitam dan putih diturunkan. Jika kita asumsikan bahwa tikus jantan berbulu hitam adalah heterozigot (Bb) dan tikus betina berbulu putih adalah homozigot resesif (bb), maka hasil silangan akan menghasilkan keturunan dengan fenotip hitam (Bb) dan putih (bb). Dalam silangan ini, rasio fenotip pada filial 2 akan menjadi 1:1, yang berarti setengah dari keturunan akan memiliki bulu hitam dan setengahnya lagi akan memiliki bulu putih. b. Rasio Genotip pada Filial 2 Untuk menentukan rasio genotip pada filial 2, kita perlu memahami bagaimana genotip diturunkan dari kedua orang tua. Dalam kasus ini, tikus jantan berbulu hitam adalah heterozigot (Bb) dan tikus betina berbulu putih adalah homozigot resesif (bb). Dalam silangan ini, rasio genotip pada filial 2 akan menjadi 1:2:1. Artinya, 25% keturunan akan homozigot dominan (BB), 50% akan heterozigot (Bb), dan 25% akan homozigot resesif (bb). c. Jumlah Tikus Berbulu Putih pada Filial 2 Dalam silangan ini, kita dapat menghitung jumlah tikus berbulu putih pada filial 2 dengan menggunakan rasio fenotip yang telah kita tentukan sebelumnya. Jika rasio fenotip pada filial 2 adalah 1:1, maka setengah dari keturunan, yaitu 8 ekor tikus, akan memiliki bulu putih. Dengan demikian, jumlah tikus berbulu putih pada filial 2 adalah 8 ekor. Dalam gambar rangkaian listrik yang diberikan, kita dapat menentukan beberapa hal: a. Hambatan Pengganti Untuk menentukan hambatan pengganti, kita perlu menggunakan rumus hambatan pengganti dalam rangkaian seri. Rumusnya adalah: R pengganti = R1 + R2 + R3 Dalam gambar rangkaian tersebut, terdapat tiga hambatan, yaitu R1, R2, dan R3. Jadi, hambatan pengganti adalah jumlah dari ketiga hambatan tersebut. b. Arus yang Masuk dalam Rangkaian (I) Untuk menentukan arus yang masuk dalam rangkaian, kita perlu menggunakan hukum Kirchoff yang menyatakan bahwa jumlah arus yang masuk ke simpul adalah sama dengan jumlah arus yang keluar dari simpul. Dalam hal ini, arus yang masuk dalam rangkaian adalah arus yang mengalir melalui hambatan R1. c. Arus pada Hambatan R1 (I1), R2 (I2), dan R3 (I3) Untuk menentukan arus pada masing-masing hambatan, kita perlu menggunakan hukum Ohm yang menyatakan bahwa arus dalam rangkaian seri adalah sama pada setiap hambatan. Dalam hal ini, arus pada hambatan R1, R2, dan R3 adalah sama dengan arus yang masuk dalam rangkaian. d. Tegangan pada Hambatan R2 Untuk menentukan tegangan pada hambatan R2, kita perlu menggunakan hukum Ohm yang menyatakan bahwa tegangan pada hambatan adalah hasil perkalian antara arus yang mengalir melalui hambatan dengan nilai hambatan tersebut. Dalam hal ini, tegangan pada hambatan R2 dapat ditentukan dengan mengalikan arus yang mengalir melalui hambatan R2 dengan nilai hambatan tersebut. Dengan menggunakan rumus-rumus dan prinsip-prinsip di atas, kita dapat menentukan nilai-nilai yang diminta dalam gambar rangkaian listrik tersebut.