Makna Filosofis 'Teja' dalam Sastra Jawa Kuno

Cahaya mentari pagi yang keemasan, berkilauan di permukaan air, telah lama menjadi sumber inspirasi bagi manusia. Di Jawa, khususnya dalam khazanah sastra kunonya, 'teja' bukan sekadar fenomena alam biasa. Ia menjelma menjadi simbol sarat makna, merangkum berbagai aspek kehidupan, dari spiritualitas hingga kebijaksanaan.

Pancaran Kesucian dan Kekuatan

Dalam Serat Centhini, 'teja' sering dikaitkan dengan aura para dewa dan raja. Pancaran cahaya ini melambangkan kesucian jiwa, kebijaksanaan, dan kekuatan spiritual yang luar biasa. Raja yang memancarkan 'teja' dianggap sebagai titisan dewa, pemimpin yang adil dan bijaksana, yang mampu membawa kemakmuran bagi rakyatnya. 'Teja' menjadi legitimasi kekuasaan sekaligus pengingat akan tanggung jawab besar seorang pemimpin.

Simbol Pengetahuan dan Pencerahan

'Teja' juga erat kaitannya dengan pengetahuan dan pencerahan. Dalam tradisi Jawa Kuno, ilmu pengetahuan dianggap sebagai cahaya yang mampu menerangi kegelapan batin. Seseorang yang tekun menuntut ilmu akan memancarkan 'teja', tanda kebijaksanaan dan pemahaman mendalam. Tokoh-tokoh bijak dalam sastra Jawa Kuno, seperti Begawan Abiyasa dalam kisah Mahabharata, digambarkan memiliki 'teja' yang menyilaukan, mencerminkan luasnya ilmu dan kebijaksanaan mereka.

Manifestasi Keindahan dan Kesempurnaan

Tak hanya sebagai simbol spiritual, 'teja' juga merepresentasikan keindahan dan kesempurnaan. Deskripsi kecantikan putri-putri raja dalam karya sastra klasik sering kali dihiasi dengan ungkapan 'berwajah bagai rembulan purnama' atau 'berkulit kuning langsat bagai emas'. 'Teja' dalam konteks ini menggambarkan pancaran aura yang memikat, mempesona setiap mata yang memandang.

Perjalanan Menuju Kesempurnaan

'Teja' bukanlah atribut yang statis, melainkan sesuatu yang dinamis dan dapat dipupuk. Manusia Jawa Kuno percaya bahwa setiap individu memiliki potensi untuk memancarkan 'teja' melalui berbagai laku spiritual, seperti meditasi, tapa brata, dan pengendalian diri. Perjalanan ini merupakan proses panjang dan penuh tantangan, namun hasilnya adalah pencapaian 'teja' sejati, yaitu kesempurnaan jiwa yang tercermin dalam perilaku dan tindakan.

'Teja' dalam sastra Jawa Kuno bukanlah sekadar gemerlap cahaya fisik, melainkan sebuah konsep filosofis yang kaya makna. Ia adalah simbol kesucian, kekuatan, kebijaksanaan, keindahan, dan pencerahan. Melalui 'teja', sastra Jawa Kuno mengajak kita untuk merenungkan makna kehidupan, menempuh jalan menuju kesempurnaan diri, dan memancarkan cahaya bagi semesta.