Stigma dan Interaksi Sosial: Analisis Teori Goffman

Erving Goffman, seorang sosiolog terkemuka, memperkenalkan konsep stigma dalam karyanya yang berpengaruh, "Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity." Goffman berpendapat bahwa stigma adalah atribut yang sangat mendiskreditkan individu, menyebabkan mereka dianggap berbeda, cacat, dan secara moral lebih rendah daripada mereka yang dianggap "normal." Stigma dapat didasarkan pada berbagai faktor, termasuk ciri fisik, keyakinan agama, orientasi seksual, atau status sosial ekonomi. Artikel ini menganalisis bagaimana stigma, menurut teori Goffman, secara mendalam membentuk dan memengaruhi interaksi sosial.

Dinamika Stigma dan Interaksi

Goffman membedakan tiga jenis stigma: stigma fisik (misalnya, disabilitas fisik), stigma karakter (misalnya, penyakit mental), dan stigma kesukuan (misalnya, ras atau agama). Terlepas dari jenisnya, stigma menciptakan dinamika kekuasaan yang memengaruhi interaksi antara individu yang terstigmatisasi dan mereka yang tidak terstigmatisasi. Goffman berpendapat bahwa individu yang terstigmatisasi terus-menerus menyadari identitas mereka yang "ternoda" dan potensi penolakan atau diskriminasi yang mungkin mereka hadapi dalam interaksi sosial.

Strategi Mengelola Stigma

Teori Goffman menyoroti strategi yang digunakan individu yang terstigmatisasi untuk mengelola identitas mereka dan menavigasi interaksi sosial. Salah satu strateginya adalah *passing*, di mana individu berusaha menyembunyikan stigma mereka dan "lulus" sebagai anggota kelompok yang tidak terstigmatisasi. Strategi lain adalah *covering*, di mana individu berusaha untuk meminimalkan atau menutupi stigma mereka. Misalnya, seseorang dengan disabilitas fisik dapat menggunakan perangkat bantu untuk menyembunyikan keterbatasan mereka.

Dampak Stigma pada Konsep Diri

Stigma tidak hanya memengaruhi interaksi sosial tetapi juga berdampak besar pada konsep diri individu yang terstigmatisasi. Internalisasi stigma dapat menyebabkan perasaan malu, rendah diri, dan harga diri rendah. Individu yang terstigmatisasi dapat menginternalisasi pandangan negatif masyarakat, yang mengarah pada ramalan yang terwujud dengan sendirinya, di mana mereka mulai bertindak sesuai dengan stereotip negatif yang terkait dengan stigma mereka.

Peran Masyarakat dalam Mempertahankan Stigma

Teori Goffman menekankan bahwa stigma bukanlah atribut individu tetapi merupakan konstruksi sosial. Masyarakat memainkan peran penting dalam menciptakan dan melanggengkan stigma melalui norma-norma sosial, keyakinan, dan praktik-praktik diskriminatif. Media, institusi, dan interaksi interpersonal berkontribusi pada pelestarian stereotip dan prasangka yang mendasari stigmatisasi.

Teori stigma Goffman memberikan kerangka kerja yang berharga untuk memahami dinamika kompleks stigma dan dampaknya terhadap interaksi sosial. Konsep-konsepnya tentang identitas yang ternoda, strategi pengelolaan stigma, dan peran masyarakat dalam melanggengkan stigma menawarkan wawasan tentang tantangan yang dihadapi individu yang terstigmatisasi. Dengan memahami dinamika stigma, kita dapat berupaya menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil yang menghargai keragaman dan menantang prasangka yang mengarah pada stigmatisasi.