Mengapa Gereja Terpecah? Memahami Perbedaan dan Mencari Persatuan **

Pendahuluan: Gereja, sebagai wadah bagi umat Kristiani untuk beribadah dan bertumbuh dalam iman, telah mengalami perpecahan yang cukup kompleks sepanjang sejarah. Perbedaan doktrin, interpretasi Alkitab, dan praktik keagamaan menjadi faktor utama yang memicu perpecahan ini. Memahami akar perpecahan gereja dapat membantu kita untuk lebih menghargai keragaman dalam Kekristenan dan mencari jalan menuju persatuan. Perpecahan Pertama: Konsili Yerusalem dan Perbedaan Interpretasi Perpecahan pertama yang signifikan terjadi di awal sejarah Kekristenan, yaitu pada Konsili Yerusalem sekitar tahun 50 Masehi. Perdebatan muncul mengenai apakah orang non-Yahudi perlu disunat untuk menjadi Kristen. Paulus, yang berpendapat bahwa keselamatan diperoleh melalui iman kepada Kristus, berselisih dengan para pemimpin Yahudi yang berpendapat bahwa hukum Taurat tetap penting. Konsili Yerusalem menghasilkan kesepakatan bahwa orang non-Yahudi tidak perlu disunat, namun harus menghindari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, darah, daging binatang yang mati dicekik, dan percabulan. Meskipun demikian, perdebatan ini menunjukkan awal dari perbedaan interpretasi Alkitab yang kemudian memicu perpecahan. Perpecahan Kedua: Kultus Individu dan Karunia Roh Di Korintus, perpecahan terjadi karena munculnya "kultus individu" di mana orang-orang mengagungkan tokoh-tokoh tertentu seperti Paulus, Apolos, dan Petrus. Perbedaan penekanan pada karunia Roh juga memicu perpecahan. Paulus mengingatkan jemaat di Korintus bahwa setiap orang memiliki karunia yang berbeda dan saling melengkapi, bukan untuk membanggakan diri. Perpecahan ini menunjukkan bahaya dari fanatisme dan kurangnya kerendahan hati dalam memahami dan menerapkan ajaran Kristus. Perpecahan Ketiga: Gereja Timur dan Gereja Barat Pada tahun 1054, perpecahan besar terjadi antara Gereja Timur (Gereja Katolik Timur atau gereja Ortodoks) dan Gereja Barat (Gereja Katolik Roma). Perbedaan doktrin, terutama mengenai peran Roh Kudus, menjadi pemicu utama. Gereja Timur menolak penambahan kata "Filioque" dalam pengakuan iman Nicea Konstantinopel, yang menyatakan bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak. Perbedaan ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesatuan dalam memahami dan mengajarkan doktrin dasar Kekristenan. Perpecahan Selanjutnya: Reformasi dan Perbedaan Interpretasi Pada tahun 1517, Martin Luther memulai Reformasi dengan menempelkan 95 dalil di depan pintu gereja Wittenberg. Kritiknya terhadap praktik Gereja Katolik, seperti penjualan surat penghapusan dosa, memicu perpecahan yang melahirkan Gereja Protestan. Perbedaan interpretasi Alkitab, terutama mengenai otoritas Gereja dan keselamatan, menjadi faktor utama dalam perpecahan ini. Mencari Persatuan: Meskipun perpecahan gereja telah terjadi selama berabad-abad, penting untuk mengingat bahwa kita semua adalah anak-anak Allah. Perbedaan dalam doktrin dan praktik tidak boleh menghalangi kita untuk saling mengasihi dan menghormati. Kita harus terus mencari jalan menuju persatuan, dengan fokus pada inti ajaran Kristus tentang kasih, pengampunan, dan kerendahan hati. Penutup:** Perpecahan gereja merupakan bukti bahwa manusia tidak sempurna dan rentan terhadap perbedaan pendapat. Namun, melalui pemahaman yang lebih baik tentang akar perpecahan, kita dapat belajar untuk menghargai keragaman dalam Kekristenan dan mencari jalan menuju persatuan. Dengan fokus pada inti ajaran Kristus dan mempraktikkan kasih dan pengampunan, kita dapat membangun jembatan menuju persatuan dan membangun Kerajaan Allah di bumi.