Ketika Kata-Kata Menusuk Lebih Dalam Daripada Pedang **
Senja mulai merayap, menyelimuti langit dengan warna jingga kemerahan. Aku duduk di teras rumah, menikmati secangkir teh hangat. Di seberangku, Ibu sedang asyik menjahit, jarumnya bergerak cepat, mengikuti irama napasnya. "Kamu tahu, Nak," Ibu memulai, suaranya lembut namun ada nada getir yang tersembunyi di baliknya, "Kata-kata bisa lebih tajam daripada pedang." Aku mengerutkan kening, tak mengerti maksudnya. "Maksud Ibu?" tanyaku. Ibu meletakkan jahitannya, matanya menatap jauh ke cakrawala. "Aku pernah mendengar kata-kata pahit yang menusuk hatiku lebih dalam daripada pedang yang melukai tubuh. Kata-kata yang membuatku terluka, yang membuatku meragukan diriku sendiri." Aku terdiam, mencoba memahami. Ibu jarang sekali bercerita tentang masa lalunya, apalagi tentang hal-hal yang menyakitkan. "Aku ingat saat itu," Ibu melanjutkan, suaranya bergetar, "Aku masih muda, penuh mimpi dan harapan. Tapi, ada orang yang dengan mudahnya menghancurkan mimpi-mimpiku dengan kata-kata kasar dan sinis. Kata-kata yang membuatku merasa kecil, tidak berharga." "Tapi, Ibu," kataku, "Ibu kuat. Ibu berhasil melewati semua itu." Ibu tersenyum, senyum yang sedikit getir. "Ya, Nak. Aku belajar bahwa kata-kata memang bisa melukai, tapi kita punya pilihan. Kita bisa memilih untuk terpuruk dalam kesedihan, atau kita bisa memilih untuk bangkit dan menjadi lebih kuat." "Ibu mengajarkan aku untuk tidak mudah terpengaruh oleh kata-kata orang lain," Ibu melanjutkan, "Untuk selalu percaya pada diri sendiri, dan untuk terus berjuang meraih mimpi-mimpiku." Aku menatap Ibu, terharu. Kata-kata Ibu, meskipun pahit, telah menjadi pelajaran berharga bagiku. Aku belajar bahwa kata-kata memang bisa menusuk, tapi kita punya kekuatan untuk memilih bagaimana kita menanggapinya. Kita bisa memilih untuk terluka, atau kita bisa memilih untuk bangkit dan menjadi lebih kuat. Senja semakin gelap, bintang-bintang mulai bermunculan di langit. Aku memeluk Ibu, merasakan kehangatan tubuhnya. Kata-kata Ibu, meskipun pahit, telah menjadi cahaya yang menerangi jalan hidupku.
4 (138 suara) 
