Senyummu, Senyumku, Senyum yang Tak Terbalas **

** Matahari sore itu menyapa dengan hangat, menerobos celah jendela kamar. Aku duduk di meja belajar, buku-buku terhampar di depan, namun tak satupun kata yang mampu kucerna. Pikiran melayang, terbawa arus kenangan. Kenangan tentang dia, tentang senyumnya yang selalu membuatku terpesona. Dia, teman sebangku yang selalu ceria. Setiap hari, aku melihatnya tertawa lepas, bercanda dengan teman-temannya. Aku hanya bisa tersenyum, terkadang mencuri pandang, berharap dia bisa merasakan getaran hatiku. Aku mencoba mendekatinya, memulai percakapan, berbagi cerita. Namun, selalu ada dinding tak kasat mata yang memisahkan kami. Dia ramah, tapi tak pernah menunjukkan ketertarikan lebih. Aku sadar, mungkin aku hanya teman biasa baginya, tak lebih. Rasa ini, rasa yang tak terbalas, terasa seperti batu besar yang menindih dada. Berat, sesak, dan menyakitkan. Aku mencoba melupakan, mencoba menyibukkan diri dengan kegiatan lain. Namun, bayangannya selalu hadir, menghantui setiap langkahku. Malam ini, aku kembali menatap langit malam, berharap bintang-bintang bisa mengerti perasaanku. Aku ingin berteriak, ingin meluapkan semua rasa yang terpendam. Tapi, aku hanya bisa diam, menelan pahitnya kenyataan. Cinta bertepuk sebelah tangan, memang pahit. Tapi, di balik rasa sakit itu, aku belajar banyak hal. Aku belajar tentang arti kesabaran, tentang menerima kenyataan, dan tentang kekuatan untuk tetap tegar. Mungkin, suatu saat nanti, aku akan menemukan seseorang yang bisa membalas cintaku. Tapi, untuk saat ini, aku akan terus mencintai dia, dengan cara yang berbeda. Aku akan mencintainya dari kejauhan, dengan tulus dan ikhlas. Senyumnya, senyum yang tak terbalas, akan tetap menjadi inspirasi bagiku. Aku akan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, agar kelak, aku bisa menemukan cinta yang sesungguhnya.