Mengurangi Limbah Makanan untuk Ketahanan Pangan yang Lebih Berkelanjutan

Limbah makanan semakin mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Di UE, makanan didefinisikan sebagai sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan untuk dicerna oleh manusia. Namun, ketika makanan tidak digunakan untuk tujuan tersebut, tetapi untuk tujuan lain dalam hierarki limbah, hal ini menyebabkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien. Dampaknya tidak menguntungkan terhadap keberlanjutan sektor pangan, dengan sektor ini diperkirakan menyebabkan sekitar sepertiga dari seluruh emisi gas rumah kaca di UE. Selain itu, masalah ketidakseimbangan dalam siklus nitrogen dan fosfor juga belum banyak dibahas. Pertanian dan produksi pangan menjadi faktor pembatas dalam keempat sistem planet yang sangat dekat atau sudah melewati ambang batas biofisik. Oleh karena itu, produksi pangan yang lebih hemat sumber daya menjadi sangat penting. Selain itu, limbah makanan dianggap sebagai kemewahan yang tidak adil dan tidak dapat diterima oleh umat manusia, mengingat tantangan kita untuk menyediakan makanan bagi lebih banyak orang dengan sumber daya yang semakin terbatas. Mengurangi limbah ini dianggap sebagai salah satu tindakan yang diperlukan untuk ketahanan pangan yang lebih berkelanjutan. Secara keseluruhan, limbah makanan dapat didefinisikan sebagai makanan apa pun, dan bagian makanan yang tidak dapat dimakan, yang dikeluarkan dari rantai pasokan makanan untuk diambil kembali atau dibuang. Definisi ini juga mencakup makanan yang digunakan untuk pakan ternak. Meskipun kehilangan pangan pada tahap awal rantai pasokan merupakan masalah di negara-negara berkembang, surplus dan pemborosan pangan pada tahap-tahap selanjutnya terutama terjadi di negara-negara maju. Oleh karena itu, peran konsumen dalam masalah limbah makanan sangat penting di negara-negara maju. Terdapat indikasi bahwa masalah limbah makanan rumah tangga mungkin akan meningkat, meskipun data yang lebih baru juga menunjukkan bahwa dengan tindakan yang tepat, perkembangan yang lebih buruk dapat dicegah. Misalnya, penurunan sampah makanan sebesar 21% terlihat di Inggris antara tahun 2007 dan 2012, dan 19% responden Denmark melaporkan bahwa mereka membuang makanan jauh lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Negara-negara ini, organisasi, dan aktivis mengklaim bahwa perdebatan masyarakat dan tindakan yang dilakukan telah memberikan dampak positif. Namun, konsumen tidak hanya memainkan peran penting dalam limbah makanan melalui pilihan rumah tangga dan toko mereka sendiri. Persepsi pangan aktual atau yang diantisipasi serta perilaku pembelian mereka mempengaruhi pengambilan keputusan pemangku kepentingan di seluruh rantai pasokan. Misalnya, pengecer menerapkan standar estetika untuk menerima atau menolak makanan berdasarkan asumsi bahwa konsumen hanya akan membeli makanan yang memenuhi standar tersebut. Kami menyebut produk makanan yang terbuang di tingkat konsumen meskipun dapat dimakan sebagai "makanan kurang optimal". Makanan ini dianggap relatif tidak diinginkan oleh konsumen dibandingkan dengan makanan lain. Mengurangi limbah makanan pada tingkat konsumen menjadi penting untuk mencapai ketahanan pangan yang lebih berkelanjutan. Dalam upaya mengurangi limbah makanan, perlu ada kerjasama antara pemerintah, produsen, pengecer, dan konsumen. Pemerintah dapat memberikan insentif dan regulasi yang mendorong produsen dan pengecer untuk mengurangi limbah makanan. Produsen dan pengecer dapat mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan dalam produksi dan penjualan makanan