Kejayaan dan Kemunduran Banten sebagai Garda Pulau Jaw

Banten, yang dulunya dikuasai oleh Fatahillah atas nama Sultan Demak, memiliki peran penting sebagai garda Pulau Jawa. Daerah ini terletak di pantai utara Pulau Jawa, mulai dari Cirebon hingga Sunda Kelapa (sekarang dikenal sebagai Jakarta). Pada awalnya, Banten dikuasai oleh Fatahillah dengan tujuan untuk memperkuat perdagangan dan kedudukan Banten-Sunda Kelapa. Pada masa pemerintahan Fatahillah, Banten mencapai puncak kejayaannya. Fatahillah menduduki pemerintahan daerah Banten, sementara daerah Cirebon diserahkan kepada putranya, Pangeran Pasarean. Namun, setelah Pangeran Pasarean meninggal dunia, Fatahillah mengambil alih pemerintahan Cirebon dan pemerintahan Banten diserahkan kepada putranya, Hasanudin. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mencapai kejayaan yang luar biasa antara tahun 1651 hingga 1682 M. Sultan Ageng Tirtayasa adalah seorang Sultan yang tegas dan berhasil mempertahankan kekuasaan Banten. Pada sekitar tahun 1600 M, Banten menjadi pusat perdagangan rempah-rempah, seperti lada dari Banten dan Lampung, serta cengkeh dan pala dari Maluku. Namun, kejayaan Banten tidak berlangsung lama. Banten mengalami kemunduran karena tekanan dari Belanda di Batavia (sekarang Jakarta). Belanda, yang saat itu sedang memperluas kekuasaannya di wilayah Nusantara, menekan Banten dan mengurangi pengaruhnya sebagai garda Pulau Jawa. Dengan demikian, Banten memiliki sejarah yang kaya sebagai garda Pulau Jawa. Meskipun pernah mencapai kejayaan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mengalami kemunduran akibat tekanan dari Belanda. Namun, warisan sejarah dan peran Banten sebagai pusat perdagangan rempah-rempah tetap menjadi bagian penting dari sejarah Pulau Jawa.