Suara Bisu, Tinta Berbicara: Mengapa Puisi Penting untuk Memperjuangkan HAM **

** Puisi, dengan irama dan metaforanya, seringkali dianggap sebagai bentuk seni yang indah namun tak berdaya. Namun, pandangan ini keliru. Puisi, dalam bentuknya yang paling murni, adalah suara bisu yang menjerit, tinta yang berbicara tentang keadilan dan kemanusiaan. Dalam konteks perjuangan HAM, puisi memiliki peran yang tak tergantikan. Pertama, puisi mampu menyentuh hati dan pikiran dengan cara yang tak tercapai oleh bahasa formal. Kata-kata puitis, dengan kekuatan imajinasi dan emosi yang terkandung di dalamnya, mampu membangkitkan empati dan kesadaran terhadap penderitaan manusia. Puisi tentang diskriminasi, ketidakadilan, dan penindasan dapat membuka mata dan hati kita terhadap realitas yang seringkali terlupakan. Kedua, puisi dapat menjadi alat yang ampuh untuk memprotes ketidakadilan dan menuntut perubahan. Melalui metafora dan alegori, puisi dapat mengekspos ketidakadilan yang tersembunyi di balik sistem dan struktur sosial. Puisi dapat menjadi senjata bagi mereka yang tak bersuara, memberikan platform bagi mereka yang terpinggirkan dan teraniaya. Ketiga, puisi dapat menjadi sumber inspirasi dan harapan. Dalam menghadapi ketidakadilan, puisi dapat memberikan kekuatan dan semangat untuk terus berjuang. Puisi tentang kebebasan, persamaan, dan martabat manusia dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang berjuang untuk keadilan. Puisi, dengan kekuatannya yang unik, dapat menjadi jembatan antara hati dan pikiran, antara individu dan masyarakat. Dalam perjuangan HAM, puisi bukan hanya bentuk seni, tetapi juga senjata yang ampuh untuk melawan ketidakadilan dan membangun dunia yang lebih adil dan bermartabat.