Menguak Akar Neerlandosentrisme dalam Pendidikan Indonesia

Pendidikan di Indonesia, tak bisa dipungkiri, menyimpan jejak sejarah yang kompleks. Salah satu warisan masa lalu yang masih membekas adalah neerlandosentrisme, sebuah perspektif yang menempatkan budaya dan peradaban Belanda sebagai pusat acuan. Pengaruhnya yang kuat pada sistem pendidikan Indonesia memunculkan pertanyaan tentang bagaimana akar-akarnya tertanam dan apa dampaknya bagi generasi penerus bangsa. Menelusuri jejak neerlandosentrisme dalam pendidikan Indonesia ibarat mengurai benang kusut, namun penting untuk memahami bagaimana sistem pendidikan kita terbentuk dan bagaimana kita dapat membangun masa depan pendidikan yang lebih berpusat pada Indonesia.

Pondasi Kolonial dalam Sistem Pendidikan

Neerlandosentrisme dalam pendidikan Indonesia berakar dari masa kolonialisme Belanda. Selama lebih dari tiga abad, Belanda menguasai Indonesia dan menerapkan sistem pendidikan yang dirancang untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Pendidikan hanya tersedia bagi segelintir elit pribumi, sementara mayoritas masyarakat tetap terpinggirkan. Kurikulum yang diajarkan pun sarat dengan muatan sejarah, budaya, dan bahasa Belanda, yang secara sistematis menempatkan budaya Indonesia sebagai subordinat.

Bahasa Belanda: Simbol Status dan Alat Hegemoni

Bahasa menjadi instrumen penting dalam menyebarkan neerlandosentrisme. Bahasa Belanda diposisikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, kemajuan, dan status sosial. Penguasaan bahasa Belanda menjadi kunci untuk mengakses pendidikan dan peluang yang lebih baik. Hal ini menciptakan kesenjangan sosial yang timpang, di mana mereka yang fasih berbahasa Belanda memiliki privilese lebih tinggi. Dampaknya, bahasa dan budaya Indonesia termarginalisasi, dianggap kurang bernilai, dan terpinggirkan dalam sistem pendidikan.

Manifestasi Neerlandosentrisme dalam Kurikulum dan Metodologi

Neerlandosentrisme tidak hanya tercermin dari penggunaan bahasa Belanda, tetapi juga merembes ke dalam kurikulum dan metodologi pengajaran. Buku-buku pelajaran, materi ajar, dan metode pengajaran didesain dengan perspektif Belanda sebagai pusatnya. Sejarah Indonesia diajarkan dari sudut pandang kolonial, menonjolkan peran Belanda sebagai "pembawa peradaban" dan mengaburkan narasi sejarah dari perspektif Indonesia.

Melampaui Warisan Kolonial: Upaya Dekolonialisasi Pendidikan

Pasca kemerdekaan, upaya untuk menghapuskan neerlandosentrisme dalam pendidikan Indonesia terus dilakukan. Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar dalam pendidikan. Kurikulum dan materi ajar direvisi untuk lebih mencerminkan nilai-nilai dan budaya Indonesia. Namun, jejak-jejak neerlandosentrisme masih dapat ditemukan, seperti dalam penggunaan istilah-istilah Belanda dalam beberapa bidang ilmu dan orientasi pendidikan yang masih terpusat pada Barat.

Menuju Pendidikan Indonesia yang Berakar dan Berwawasan Global

Menghilangkan pengaruh neerlandosentrisme dalam pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan. Penting untuk terus mengkaji dan merevisi kurikulum agar berpusat pada sejarah, budaya, dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Pengembangan materi ajar yang kritis dan berimbang, serta peningkatan kualitas guru untuk menyampaikan materi dengan cara yang menarik dan mudah dipahami, menjadi kunci dalam membentuk generasi yang bangga akan identitasnya.

Pendidikan di Indonesia harus mampu melahirkan generasi yang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga memiliki kesadaran kritis terhadap sejarah dan akar budayanya. Pendidikan yang berakar pada budaya Indonesia dan berwawasan global akan membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan zaman dengan percaya diri dan berpegang teguh pada jati dirinya.