Bayangan di Perpustakaan **

Jam dinding di perpustakaan SMA Zenith menunjukkan pukul dua siang. Detik-detik berlalu dengan hening, hanya derit lembut halaman buku yang terbalik yang memecah kesunyian. Felix, dengan rambut cokelat berantakan dan kacamata bundar yang selalu menempel di hidungnya, duduk di sudut ruangan, asyik membaca novel favoritnya. Melvin, sahabat karib Felix, baru saja keluar dari perpustakaan untuk membeli minuman di kantin. Saat kembali, ia melihat pemandangan yang membuatnya terpaku. Felix tergeletak di lantai, darah mengucur dari pelipisnya. Di sampingnya, sebuah pistol kecil tergeletak, mengkilap di bawah sinar matahari yang menerobos jendela. Melvin berteriak histeris, memanggil nama Felix. Namun, sahabatnya itu tak kunjung merespon. Rasa panik mencengkeram dadanya. Ia segera berlari keluar, mencari bantuan. Berita tentang penembakan di perpustakaan SMA Zenith menyebar dengan cepat. Para siswa berhamburan keluar kelas, wajah mereka pucat pasi. Polisi dan petugas medis segera datang ke lokasi kejadian. Namun, semua upaya untuk menyelamatkan Felix sia-sia. Ia telah meninggal dunia. Kejadian itu mengguncang seluruh sekolah. Siapa yang tega melakukan hal keji ini? Mengapa Felix, anak yang baik hati dan ramah, harus menjadi korban? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benak para siswa dan guru. Polisi melakukan penyelidikan intensif. Mereka memeriksa rekaman CCTV, menginterogasi para saksi, dan mencari petunjuk di sekitar lokasi kejadian. Namun, hingga kini, pelaku penembakan masih misterius. Bayangan di perpustakaan itu masih menghantui Melvin. Ia terbayang wajah Felix yang pucat pasi, darah yang mengucur dari pelipisnya, dan pistol kecil yang tergeletak di sampingnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan menemukan pelaku penembakan itu, dan membongkar misteri di balik kejadian mengerikan ini. Catatan:** Cerita ini hanya sebuah narasi fiktif dan tidak bermaksud untuk menggambarkan realitas.