Perang Adat di Tolikara, Papua: Akar Masalah yang Belum Tuntas

Kerusuhan baru-baru ini di Tolikara, Papua, telah mengejutkan banyak orang. Berbeda dengan kekerasan bermotif agama pada Idul Fitri lalu, kerusuhan ini dikategorikan sebagai 'perang adat' yang berlangsung lebih dari sepekan. Dalam peristiwa ini, sedikitnya dua orang tewas, 17 luka berat, dan 15 lainnya luka ringan. Selain itu, tak kurang dari 95 rumah hangus dibakar, sejumlah lahan pertanian rusak, dan hewan ternak dijarah. Kerusuhan ini terkait dengan sengketa pembagian dana desa antara warga distrik Gika dan distrik Panaga. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tolikara, Feri Kogowa, menggambarkan kerusuhan ini sebagai 'perang adat'. Menurutnya, masalah kecil seperti ini di Papua sering kali bisa meledak dan berlarut-larut karena akar masalahnya sering tidak dituntaskan dan bahkan sering ada rekayasa. Pengamat Papua dari LIPI, Adriana Elisabeth, juga menyebutkan hal yang sama dan menekankan pentingnya menyelesaikan akar masalah agar kekerasan semacam ini tidak terulang di masa depan. Kerusuhan ini berlangsung begitu lama karena lokasinya sulit dijangkau oleh aparat. Namun, saat ini aparat Pemda Tolikara dan kepolisian sudah berada di lokasi untuk menengahi. Meskipun demikian, suasana masih panas dan perlu upaya lebih lanjut untuk meredakan ketegangan. Selama kerusuhan, warga kedua distrik, bersenjatakan tombak, parang, dan terutama anak panah, saling menyerang. Kedua belah pihak siaga 24 jam dengan kekuatan setidaknya 500 orang. Banyak warga biasa juga mengungsi ke distrik-distrik tetangga, dengan perkiraan lebih dari 3000 orang mengungsi. Pangdam XVII Cendrawasih, Hinsa Siburian, membenarkan bahwa kerusuhan ini bermula dari sengketa pembagian dana desa. Namun, menurutnya, kerusuhan hanya berlangsung beberapa hari dan pihaknya tidak mengerahkan pasukan. Pihak militer hanya membantu aparat lain dalam melakukan mediasi. Meskipun demikian, pengamat masalah Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, menekankan pentingnya memeriksa akar masalah yang sebenarnya agar masalah serupa tidak terulang di masa depan. Kerusuhan di Tolikara, Papua, menjadi bukti bahwa masalah Papua sering kali kompleks dan sulit diatasi. Akar masalah yang belum tuntas dan rekayasa yang terjadi sering kali menjadi pemicu kekerasan. Untuk mencegah terjadinya kerusuhan serupa di masa depan, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di Papua.