Peran Pemeriksaan Laboratorium dalam Klasifikasi Stadium CKD

Pemeriksaan laboratorium memegang peran penting dalam mengklasifikasikan stadium Chronic Kidney Disease (CKD) dan membantu dalam penatalaksanaan pasien secara keseluruhan. CKD, penyakit ginjal kronis, ditandai dengan penurunan progresif fungsi ginjal, yang mengarah ke berbagai komplikasi jika tidak ditangani. Dengan memahami peran pemeriksaan laboratorium dalam stratifikasi risiko dan perencanaan pengobatan, profesional kesehatan dapat secara efektif mengelola CKD dan meningkatkan hasil pasien.

Menilai Fungsi Ginjal dan Tingkat Keparahan CKD

Salah satu peran utama pemeriksaan laboratorium dalam klasifikasi stadium CKD adalah menilai fungsi ginjal dan menentukan tingkat keparahan penyakit. Estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR) adalah penanda utama fungsi ginjal dan dihitung menggunakan kreatinin serum, usia, jenis kelamin, dan ras pasien. eGFR yang lebih rendah menunjukkan penurunan fungsi ginjal dan digunakan untuk mengklasifikasikan CKD ke dalam berbagai stadium, mulai dari stadium 1 (fungsi ginjal normal dengan eGFR ≥ 90 mL/menit/1,73 m2) hingga stadium 5 (gagal ginjal dengan eGFR < 15 mL/menit/1,73 m2 atau dialisis).

Mendeteksi Kelainan Urin dan Kerusakan Ginjal

Pemeriksaan laboratorium, seperti urinalisis, membantu mendeteksi kelainan urin yang menunjukkan kerusakan ginjal. Proteinuria, atau adanya protein dalam urin, merupakan indikator awal kerusakan ginjal dan dapat dideteksi melalui tes dipstick urin atau pengumpulan urin 24 jam. Tingkat keparahan proteinuria berkorelasi dengan stadium CKD dan risiko perkembangan penyakit. Selain itu, adanya sel darah merah dalam urin (hematuria) dan gips urin dapat mengindikasikan kelainan glomerulus atau tubulus, yang memberikan informasi berharga tentang penyebab dan stadium CKD.

Memantau Elektrolit dan Keseimbangan Asam-Basa

CKD dapat menyebabkan gangguan elektrolit dan ketidakseimbangan asam-basa, yang memerlukan pemantauan dan manajemen yang cermat. Pemeriksaan laboratorium memainkan peran penting dalam menilai kadar elektrolit, seperti kalium, fosfor, dan kalsium. Saat fungsi ginjal menurun, ginjal mungkin tidak dapat secara efektif mengeluarkan kalium, yang menyebabkan hiperkalemia. Hiperkalemia dapat memiliki konsekuensi yang mengancam jiwa, dan pemeriksaan laboratorium rutin membantu dalam deteksi dini dan intervensi. Demikian pula, CKD dapat menyebabkan hiperfosfatemia dan hipokalemia, yang berkontribusi terhadap berbagai komplikasi tulang dan kardiovaskular.

Menilai Anemia dan Status Gizi

Anemia sering terjadi pada individu dengan CKD, terutama pada stadium lanjut. Ginjal memproduksi eritropoietin, hormon yang merangsang produksi sel darah merah. Saat fungsi ginjal menurun, produksi eritropoietin menurun, yang menyebabkan anemia defisiensi besi. Pemeriksaan laboratorium, termasuk hitung darah lengkap (CBC), kadar zat besi, dan kapasitas pengikatan zat besi total (TIBC), membantu menilai tingkat keparahan anemia dan memandu pilihan pengobatan. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat mengidentifikasi kekurangan nutrisi, seperti kekurangan vitamin D dan hipoalbuminemia, yang umum terjadi pada CKD dan memerlukan intervensi nutrisi.

Pemeriksaan laboratorium merupakan bagian integral dari klasifikasi stadium CKD dan penatalaksanaan pasien secara keseluruhan. Mereka memberikan informasi berharga tentang fungsi ginjal, tingkat keparahan penyakit, dan komplikasi terkait. Dengan memantau parameter laboratorium secara teratur, profesional kesehatan dapat secara akurat menentukan stadium CKD, menilai tingkat keparahan penyakit, dan memandu keputusan pengobatan. Deteksi dini dan intervensi melalui pemeriksaan laboratorium yang tepat dapat membantu memperlambat perkembangan CKD, mengelola komplikasi, dan meningkatkan hasil pasien.