Apakah Kemustahilan Merupakan Atribut Esensial bagi Rasul?

Ketakjuban manusia terhadap hal-hal yang melampaui batas nalar telah ada sejak zaman purba. Kisah-kisah tentang dewa-dewi yang turun dari langit, mukjizat yang menentang hukum alam, dan berbagai kejadian supranatural lainnya telah menghiasi berbagai mitologi dan kepercayaan di seluruh dunia. Dalam konteks Islam, kemustahilan menjadi atribut yang melekat erat dengan para rasul, utusan-utusan Allah yang bertugas menyampaikan wahyu kepada umat manusia.

Menelisik Makna Kemustahilan dalam Konteks Kerasulan

Kemustahilan yang melekat pada diri seorang rasul bukanlah sekadar kemampuan untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal atau bertentangan dengan logika manusia. Lebih dari itu, kemustahilan tersebut merupakan bukti nyata akan kekuasaan Allah SWT yang Mahakuasa, yang dapat menundukkan segala sesuatu atas kehendak-Nya. Kehadiran kemustahilan dalam diri seorang rasul bertujuan untuk menguatkan kebenaran risalah yang dibawanya, sekaligus menjadi ujian bagi umat manusia dalam menguji keimanan mereka.

Kemustahilan sebagai Penegasan atas Kebenaran Risalah

Para rasul diutus ke bumi dengan membawa ajaran yang berbeda dengan kepercayaan yang telah mapan pada masa itu. Kehadiran mereka kerap kali mendapat tantangan dan penolakan, bahkan tidak jarang berujung pada penganiayaan. Di sinilah kemustahilan berperan sebagai penegasan atas kebenaran risalah yang dibawanya. Mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada para rasul merupakan bukti nyata bahwa mereka adalah utusan Allah yang patut diikuti ajarannya.

Contohnya adalah kisah Nabi Musa AS yang diutus untuk mengajak Firaun dan pengikutnya agar menyembah Allah SWT. Firaun yang sombong menolak mentah-mentah seruan Nabi Musa AS dan bahkan menantangnya untuk menunjukkan bukti kebenarannya. Maka, Allah SWT memberikan mukjizat kepada Nabi Musa AS berupa tongkat yang dapat berubah menjadi ular serta kemampuan untuk membelah lautan. Mukjizat inilah yang kemudian membuat sebagian pengikut Firaun beriman kepada Allah SWT.

Ujian Keimanan di Hadapan Kemustahilan

Kehadiran kemustahilan juga menjadi ujian bagi umat manusia dalam menguji keimanan mereka. Bagi mereka yang hatinya terbuka dan dipenuhi keimanan, kemustahilan justru akan semakin memantapkan keyakinan mereka akan kebesaran Allah SWT. Sebaliknya, bagi mereka yang raguan dan tertutup hatinya, kemustahilan justru akan menjadi alasan untuk mengingkari kebenaran risalah yang dibawa oleh para rasul.

Kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS, merupakan salah satu contoh ujian keimanan yang sangat berat. Namun, karena keimanan dan ketaatannya yang luar biasa kepada Allah SWT, Nabi Ibrahim AS bersedia melaksanakan perintah tersebut. Di saat-saat kritis, Allah SWT menggantikan Nabi Ismail AS dengan seekor domba. Kisah ini mengajarkan kita bahwa keimanan yang tulus akan selalu diuji dan Allah SWT akan selalu memberikan jalan keluar bagi hamba-Nya yang beriman.

Kemustahilan yang melekat pada diri para rasul merupakan bukti nyata akan kekuasaan Allah SWT yang tidak terbatas. Kehadirannya bertujuan untuk menguatkan kebenaran risalah yang dibawa oleh para rasul dan sekaligus menjadi ujian bagi umat manusia dalam menguji keimanan mereka. Sebagai umat Islam, kita wajib meyakini bahwa Allah SWT Mahakuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang mustahil bagi-Nya.