Mengenang Senyum dan Ketenangan Pak Zazuli** **

Setelah suara masjid menyebar ke seluruh penjuru kompleks, saya merasa tenang dan damai. Selesai berzikir, saya melangkah keluar dari pengeras suara asalam pukul 00.00 WIB. Di tengah malam yang sepi, berita tentang wafatnya Pak Zazuli mulai meriahkan suasana. Saya tercenung sejuk di balik sebuah pohon rindang yang menjadi saksi bisu kehidupan dan perjuangan Pak Zazuli. Pak Zazuli masih sepi, hanya ada dua orang tetangga yang berdiri di sana menunggu ambulans dengan lampu sirene yang sudah lama diharapkan. Dalam hati, saya memaafkan jika ada kesalahan yang pernah terjadi, karena Pak Zazuli adalah sosok yang selalu sabar dan penuh pengertian. Putra Pak Zazuli yang tertua menghampiri saya dan mohon agar saya tidak mengidap penyakit apa pun, tidak pernah mengeluh sedikit pun mengenai suatu penyakit. "Bapak meninggal dengan tenang," kata putra Pak Zazuli. Kini, ia akan membawa jenazah ayahnya ke Ciamis untuk dikebumikan. Mereka telah siap berangkat agar sampai di Ciamis sebelum Zuhur. Dengan suara lirih, saya menyampaikan kepadanya bahwa kami semua warga kompleks berdukacita dan kehilangan seorang yang amanah dan baik. Kami memohon maaf jika ada kesalahan yang pernah terjadi. Semoga Pak Zazuli husnul khatimah. Saya rogoh saku celana saya, saya tahu saya punya beberapa ratus ribu rupiah di situ. Saya gulung dan memasukkan ke saku baju putra Pak Zazuli. Suara sirene ambulans berbunyi dan mobil itu bergerak membawa jenazah Pak Zazuli diantar oleh istri dan anaknya pada mobil yang sama. Saya menepi dan berdiri di pojok jalan mengucapkan doa dan selamat jalan kepada Pak Zazuli. Ajaib, mungkin hanya halusinasi dari jendela belakang ambulans yang melaju, saya melihat bayangan Pak Zazuli melambaikan tangan kepada saya kemudian suara bisikan di telinga saya. "Selamat tinggal Pak, saya berangkat duluan." Saya tidak sadar menjawab, "Silakan Pak Zazuli, saya tetap menyimpan lantunan azanmu yang merdu dan syahdu dalam kenangan saya." Pada sore hari menjelang Magrib, saya datang di gardu lapak kopi itu. Saya duduk di tempat duduk saya yang biasa jika bersama Pak Zazuli. Saya memesan kopi susu dan satu kopi hitam pahit yang biasa dipesan Pak Zazuli. Si pemilik lapak kopi tersenyum sambil menyiapkan pesanan kami. Di sudut kota kecil ini, Pak Zazuli meninggalkan jejak yang tak terlupakan. Senyumnya yang tulus dan ketenangannya yang abadi akan selalu dikenang dalam setiap langkah kita. Meski perjalanan hidupnya telah berakhir, semoga arwahnya ditempatkan di tempat yang penuh kedamaian dan kebahagiaan. Penutup:** Mengenang senyum dan ketenangan Pak Zazuli, kami semua warga kompleks merasa kehilangan seorang yang amanah dan baik. Namun, semoga dengan pergiannya, Pak Zazuli dapat menikmati ketenangan yang sejati di alam baka.