Rehabilitasi Ekonomi Orde Baru: Tantangan dan Peluang di Era Globalisasi

Pada awal tahun 1966, Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang parah. Inflasi mencapai 650%, cadangan devisa hampir habis, dan utang luar negeri membengkak. Di tengah situasi yang mencekam ini, rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto mengambil alih kekuasaan dan berjanji untuk merehabilitasi perekonomian yang terpuruk. Program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi pun dicanangkan dengan bantuan para teknokrat lulusan Amerika Serikat yang dijuluki "Mafia Berkeley". Langkah-langkah drastis diambil untuk mengendalikan inflasi, menyeimbangkan anggaran, dan menarik investasi asing. Meski penuh kontroversi, kebijakan ekonomi Orde Baru berhasil membawa pertumbuhan ekonomi yang signifikan selama tiga dekade berikutnya. Namun di balik keberhasilan itu, tersimpan berbagai permasalahan struktural yang kemudian terbongkar saat krisis ekonomi 1997 melanda. Artikel ini akan mengulas tantangan dan peluang rehabilitasi ekonomi era Orde Baru dalam konteks globalisasi yang semakin menguat.

Kebijakan Stabilisasi Ekonomi Makro

Langkah awal rehabilitasi ekonomi Orde Baru adalah stabilisasi ekonomi makro. Pemerintah menerapkan kebijakan moneter dan fiskal ketat untuk menekan laju inflasi yang membumbung tinggi. Bank Indonesia diberi independensi lebih besar dalam mengendalikan jumlah uang beredar. Anggaran pemerintah juga diperketat dengan mengurangi subsidi dan pengeluaran yang tidak produktif. Kebijakan stabilisasi ekonomi makro ini berhasil menurunkan inflasi dari 650% pada 1966 menjadi hanya 15% pada 1969. Namun di sisi lain, pengurangan subsidi dan pengetatan anggaran juga berdampak pada penurunan daya beli masyarakat dalam jangka pendek.

Liberalisasi Perdagangan dan Investasi

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah Orde Baru melakukan liberalisasi perdagangan dan investasi secara bertahap. Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) disahkan pada 1967 untuk menarik investasi asing ke Indonesia. Berbagai insentif seperti tax holiday dan kemudahan perizinan diberikan kepada investor asing. Di sektor perdagangan, tarif impor diturunkan dan kuota dihapuskan secara bertahap. Kebijakan liberalisasi ini berhasil mendorong masuknya modal asing dan meningkatkan ekspor non-migas Indonesia. Namun di sisi lain, liberalisasi juga membuat industri dalam negeri harus bersaing ketat dengan produk impor.

Fokus pada Pembangunan Infrastruktur

Rehabilitasi ekonomi Orde Baru juga ditopang oleh pembangunan infrastruktur besar-besaran. Jalan raya, pelabuhan, bandara, jaringan listrik, dan irigasi dibangun untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Proyek-proyek besar seperti Waduk Jatiluhur dan Bendungan Asahan menjadi simbol pembangunan era Orde Baru. Pembangunan infrastruktur ini berhasil meningkatkan konektivitas antar wilayah dan mendorong pertumbuhan sektor industri. Namun di balik keberhasilan itu, muncul kritik bahwa pembangunan infrastruktur lebih berpusat di Jawa dan kurang memperhatikan daerah lain.

Industrialisasi Berbasis Substitusi Impor

Strategi industrialisasi Orde Baru pada awalnya menganut model substitusi impor. Industri-industri strategis seperti pupuk, semen, dan baja didirikan untuk mengurangi ketergantungan impor. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diberi peran penting dalam menggerakkan industrialisasi. Kebijakan proteksi seperti tarif tinggi dan pembatasan impor diterapkan untuk melindungi industri dalam negeri yang baru tumbuh. Strategi industrialisasi substitusi impor ini berhasil membangun basis industri nasional. Namun dalam perkembangannya, kebijakan proteksi yang berlebihan justru membuat industri dalam negeri menjadi tidak efisien dan kurang kompetitif.

Revolusi Hijau dan Swasembada Beras

Di sektor pertanian, pemerintah Orde Baru mencanangkan program revolusi hijau untuk mencapai swasembada beras. Varietas padi unggul diperkenalkan bersama dengan penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Jaringan irigasi diperluas dan kredit pertanian digulirkan untuk mendukung intensifikasi pertanian. Program revolusi hijau ini berhasil meningkatkan produksi beras secara signifikan hingga Indonesia mencapai swasembada beras pada 1984. Namun di balik keberhasilan itu, muncul dampak negatif berupa kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan kimia yang berlebihan.

Tantangan Ketimpangan dan Korupsi

Di balik pertumbuhan ekonomi yang tinggi, rehabilitasi ekonomi Orde Baru juga menyisakan tantangan berupa ketimpangan dan korupsi. Kebijakan yang terlalu sentralistis membuat pembangunan lebih terkonsentrasi di Jawa. Konglomerasi yang dekat dengan kekuasaan menikmati berbagai fasilitas dan kemudahan, sementara usaha kecil menengah kurang mendapat perhatian. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) juga semakin mengakar seiring dengan sentralisasi kekuasaan politik dan ekonomi. Tantangan ketimpangan dan korupsi ini menjadi bom waktu yang akhirnya meledak saat krisis ekonomi 1997 melanda.

Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi

Memasuki era 1990-an, Indonesia dihadapkan pada tantangan globalisasi yang semakin kuat. Di satu sisi, globalisasi membuka peluang pasar yang lebih luas bagi produk Indonesia. Namun di sisi lain, persaingan global juga semakin ketat menuntut daya saing yang lebih tinggi. Pemerintah Orde Baru pun mulai melakukan deregulasi dan privatisasi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi. Namun reformasi ekonomi ini tidak diimbangi dengan reformasi politik yang memadai. Akibatnya, krisis ekonomi 1997 dengan cepat berubah menjadi krisis multidimensi yang mengakhiri era Orde Baru.

Rehabilitasi ekonomi era Orde Baru telah membawa pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi Indonesia selama tiga dekade. Kebijakan stabilisasi makro, liberalisasi ekonomi, dan pembangunan infrastruktur berhasil mentransformasi Indonesia dari negara miskin menjadi salah satu "Macan Asia". Namun di balik keberhasilan itu, tersimpan berbagai permasalahan struktural seperti ketimpangan, korupsi, dan ketergantungan pada utang luar negeri. Memasuki era globalisasi, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk melakukan reformasi ekonomi dan politik secara bersamaan. Pengalaman rehabilitasi ekonomi Orde Baru memberikan pelajaran berharga bahwa pertumbuhan ekonomi harus diimbangi dengan pemerataan dan tata kelola yang baik agar dapat berkelanjutan.