Antara Kekuasaan dan Ketawakalan: Telaah Kritis An-Naml Ayat 27 dalam Konteks Kepemimpinan Modern

Keberhasilan seorang pemimpin seringkali diukur dari kepiawaiannya dalam mengelola kekuasaan dan mengambil keputusan. Namun, di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang sarat akan kompleksitas, terdapat satu elemen krusial yang kerap terlupakan: ketawakalan. Al-Qur'an, sebagai sumber inspirasi abadi, menawarkan perspektif yang menyegarkan melalui kisah Nabi Sulaiman dalam Surah An-Naml ayat 27. Ayat ini menjadi lensa untuk menelaah secara kritis bagaimana seharusnya seorang pemimpin bersikap dalam menghadapi dilema antara kekuasaan dan ketawakalan, khususnya dalam konteks kepemimpinan modern.

Menelisik Makna Tersirat: Tafsir An-Naml Ayat 27

An-Naml ayat 27 mengisahkan pertanyaan Ratu Saba yang heran atas kedatangan surat Nabi Sulaiman. Keheranannya tertuang dalam kalimat tanya "Apakah ini sihir ataukah kamu memang orang-orang yang telah menyerah?" Kalimat tanya retoris ini menyiratkan kebingungan sekaligus kekaguman atas mukjizat yang ditunjukkan Nabi Sulaiman. Di sini, tergambar jelas bahwa kekuasaan Nabi Sulaiman, yang bahkan mampu mengendalikan bangsa jin, tidak membuatnya jumawa. Justru, ia tetap berserah diri kepada Allah SWT, Sang Pemilik Kekuasaan Hakiki.

Ketawakalan: Pondasi Kokoh di Atas Kekuasaan

Kepemimpinan modern seringkali menjebak individu dalam pusaran pragmatisme dan ambisi. Ketawakalan, dalam konteks ini, menjadi pondasi yang kokoh agar pemimpin tidak tergelincir dalam penyalahgunaan kekuasaan. Ketawakalan bukanlah sikap pasif atau menyerah pada keadaan, melainkan sebuah kesadaran penuh bahwa segala sesuatu berada dalam kendali Allah SWT. Pemimpin yang bertawakal akan senantiasa berikhtiar dengan sungguh-sungguh, namun pada saat yang sama, ia pasrah dan menerima dengan lapang dada atas segala keputusan-Nya.

Refleksi Kepemimpinan Nabi Sulaiman: Teladan dalam Ketawakalan

Nabi Sulaiman, dengan segala kebesarannya, tidak pernah menafikan ketawakalannya kepada Allah SWT. Ia senantiasa memohon petunjuk dan bimbingan dalam setiap pengambilan keputusan. Kisah tentang istana megah yang dibangun jin atas perintahnya menjadi bukti nyata bagaimana Nabi Sulaiman tetap rendah hati dan bersyukur atas segala karunia Allah SWT. Kepemimpinannya yang bijaksana dan adil merupakan buah dari ketawakalannya yang kokoh.

Mengintegrasikan Ketawakalan dalam Kepemimpinan Modern

Di era disrupsi dan ketidakpastian, ketawakalan menjadi semakin relevan dalam konteks kepemimpinan modern. Pemimpin yang dihadapkan pada kompleksitas masalah dan dinamika lingkungan yang cepat berubah membutuhkan landasan spiritual yang kuat. Ketawakalan memberikan ketenangan jiwa, kejernihan berpikir, dan keberanian dalam mengambil risiko. Pemimpin yang bertawakal akan mampu menghadapi tantangan dengan kepala dingin dan hati yang teguh, karena ia yakin bahwa Allah SWT senantiasa membersamainya.

Kepemimpinan bukanlah sekadar tentang kekuasaan, melainkan tentang bagaimana menggunakan kekuasaan tersebut dengan penuh tanggung jawab dan amanah. An-Naml ayat 27 memberikan pelajaran berharga bahwa ketawakalan bukanlah kelemahan, melainkan sumber kekuatan sejati seorang pemimpin. Dengan meneladani Nabi Sulaiman, pemimpin modern dapat mengintegrasikan ketawakalan dalam setiap aspek kepemimpinannya, sehingga tercipta kepemimpinan yang berintegritas, adil, dan membawa kemaslahatan bagi umat manusia.