Menyingkap Kesalahpahaman: Mengapa Allah Tidak Bersifat Bashar

Dalam khazanah teologi Islam, konsep tentang Allah SWT seringkali dihadapkan dengan berbagai pertanyaan dan interpretasi. Salah satu yang sering mengemuka adalah pertanyaan mengenai sifat Allah yang tidak menyerupai manusia. Ketidakserupaan ini, yang dalam bahasa Arab disebut sebagai "tanzīh", merupakan prinsip fundamental dalam memahami esensi ilahi. Artikel ini akan mengupas lebih dalam mengenai alasan mengapa Allah tidak bersifat bashar, atau menyerupai manusia, dengan menyingkap kesalahpahaman yang kerap muncul.

Menapahami Konsep "Bashar" dalam Konteks Ketuhanan

"Bashar" dalam bahasa Arab merujuk pada wujud fisik manusia yang terbatas dan fana. Mengatakan bahwa Allah bersifat "bashar" berarti membatasi-Nya dengan sifat-sifat makhluk yang diciptakan-Nya. Padahal, Allah SWT jauh melampaui segala sesuatu yang dapat dibayangkan oleh akal manusia.

Keterbatasan manusia, baik secara fisik maupun intelektual, menjadi bukti bahwa Allah tidak mungkin memiliki sifat serupa. Manusia terikat oleh ruang dan waktu, mengalami pertumbuhan dan penuaan, serta memiliki keterbatasan dalam pengetahuan dan kemampuan. Sebaliknya, Allah SWT bersifat azali (tanpa permulaan) dan abadi (tanpa akhir), Maha Mengetahui segala sesuatu, dan Mahakuasa atas segala sesuatu.

Menolak Antropomorfisme: Menjaga Kemurnian Tauhid

Memahami bahwa Allah tidak bersifat bashar merupakan hal yang esensial dalam menjaga kemurnian tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah. Antropomorfisme, yaitu memahami sifat-sifat Allah secara harfiah seperti manusia, dapat mengarah pada kesyirikan, yaitu menyekutukan Allah.

Allah SWT telah dengan tegas menyatakan dalam Al-Quran bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Ayat-ayat seperti "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia" (QS. Asy-Syura: 11) dan "Apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang serupa dengan Dia?" (QS. Maryam: 65) menegaskan transendensi Allah dan menolak segala bentuk penyamaan dengan makhluk ciptaan-Nya.

Menyelami Keagungan Allah Melalui Sifat-Sifat-Nya

Alih-alih terjebak dalam penggambaran fisik, kita diajak untuk mengenal Allah melalui sifat-sifat-Nya yang sempurna, seperti yang termaktub dalam Asmaul Husna. Sifat-sifat seperti Ar-Rahman (Maha Pengasih), Ar-Rahim (Maha Penyayang), Al-Alim (Maha Mengetahui), dan Al-Hakim (Maha Bijaksana) memberikan gambaran tentang keagungan dan kesempurnaan Allah yang tak terbatas.

Memahami sifat-sifat Allah ini akan menuntun kita pada penghambaan yang lebih ikhlas dan mendalam. Kesadaran akan kebesaran dan keagungan-Nya akan menumbuhkan rasa cinta, takut, dan harap yang menjadi pondasi utama dalam beribadah.

Sebagai penutup, keyakinan bahwa Allah tidak bersifat bashar merupakan landasan penting dalam memahami Islam. Menolak segala bentuk penyamaan Allah dengan makhluk-Nya adalah bentuk pemurnian tauhid yang sejati. Marilah kita senantiasa meningkatkan pemahaman tentang Allah melalui sifat-sifat-Nya yang agung, sehingga keimanan dan ketakwaan kita semakin kokoh.